Morut, batarapos.com – Pihak PT.PLN mengakui bahwa intensitas pemadaman listrik di Morowali Utara akhir-akhir ini semakin memprihatinkan, sehingga Direksi PLN mengirim pejabat-pejabat pentingnya untuk segera mengatasi penyebab padamnya lampu tersebut.
“Hari Senin, 25 Juli nanti, akan tiba di Morut tim PLN yang dipimpin Senior Manager PLN Wilayah Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Gorontalo (Suluttenggo) bersama Manager Area PLN Palu untuk menangani permasalahan yang terjadi,” kata Desnar Sabudu, mantan Kepala PLN Unit Pelayanan Pelanggan (ULP) Tompira kepada Media Center Delis Djira di Beteleme, Sabtu (23/7/22) pagi.
Desnar kini telah dimutasi menjadi Kepala ULP Bungku, Kabupaten Morowali sejak tiga pekan terakhir, namun karena pejabat baru di Tompira masih sedAng mengurus pemindahannya dari Tahuna, Provinsi Sulut ke Morut, maka Desnar masih dipercaya untuk melaksanakan tugas-tugas Kepala ULP Tompira.
Ia menjelaskan bahwa penyebab utama sering padamnya listrik PLN di Morut akhir-akhir ini adalah implikasi dari berlebihnya pasokan listrik ke sistem kelistrikan Morut, jauh di atas kebutuhan pelanggan setelah beroperasinya PLTM Tomata.
Menurut dia, pelanggan PLN di Morut saaat ini hanya membutuhkan daya 9 Megawatt saat beban puncak (pukul 18.00 sampai 22.00 Wita), sementara pasokan listrik dari PLTM Tomata mencapai 10 MW dan PLTM Wawopada 6 MW dan PLTD Tompira 3 MW.
Permasalahan terjadi pada pengaturan pasokan beban dari PLTM Wawopada dan PLTM Tomata, dimana seakan-akan ada rebutan kesempatan untuk memasok kebutuhan pelanggan se-wilayah ULP Morut yang hanya butuh 9 MW saat beban puncak.
“Ini uniknya masalah kita di Morut. Pemadaman bukan karena kekurangan daya, tapi karena berlebihan daya sehingga mempengaruhi frekwensi sistem,” ujarnya.
Jika, kata Desnar, daya yang masuk ke sistem melebihi kebutuhan pelanggan, maka freqwensi sistem akan naik sampai 50.8, sementara normalnya hanya 50.1. Kalau frekwensi sudah sampai 50.8, maka distribusi listrik pasti putus.
Mengapa pasokan berlebih? Karena belum ada kesepakatan antara kedua mitra PLN tersebut yakni PLTM Tomata yang memiliki daya mampu 10 MW dan PLTM Wawopada 6 MW tentang pembagian daya yang akan dipasok ke sistem.
“Keduanya seolah berebut bahkan saling curiga dalam mengisi kebutuhan pelanggan PLN yang hanya 9 MW tersebut, karena keduanya memiliki kepentingan bisnis menjual daya yang diproduksinya kepada PLN sesuai kontrak masing-masing,” ujar Desnar.
Bahkan, kata Desnar lagi, PLN ULP Tompira kini sudah tidak mengoperasikan lagi PLTD Tompira yang memiliki daya mampu 3 MW karena seluruh kebutuhan listrik di Morut sudah bisa dipenuhi oleh kedua PLTM tersebut. Padahal, PLTD ini sebenarnya yang bisa segera mengatasi pemadaman tak terencana akibat ‘over supply’ daya dari kedua PLTM itu.
Karena itu, untuk mengatasi masalah ini, pihak PLN Wilayah Suluttenggo untuk mengatur dan membuat komitmen bersama terkait pembagian tugas memasok daya ke sistem kelistrikan Morut agar tidak lagi terjadi gangguan terhadap frekwensi sistem yang berimplokasi pada padamnya aliran listrik secara tiba-tiba.
Direncanakan pula bahwa produksi listrik dari PLTM Tomata sebagian akan diteruskan PLN ke Kabupaten Morowali, agar daya yang mereka produksi tidak ‘idle’ (menganggur).
Desnar mengakui bahwa pemadaman listrik selama sebulan terakhir naik tajam sampai hampir 90 kali, padahal biasanya sudah berada di bawah 50 kali, dan penyebab utamanya adalah gangguan terhadap frekwensi sistem tersebut.
Terkait kondisi kabel distribusi listrik yang dilaporkan sudah tidak seimbang dengan daya yang mengalir lewat kabel itu, Desnar mengatakan bahwa kabel-kabel distribusi yang ada saat ini masih mampu menampung daya ke pelanggan meski diakui bahwa sudah waktunya melakukan peningkatan kualitas kabel.
Tim batarapos.com/RD/MCDD