Bone, bataraos. com – Seorang warga Desa Selli, Kecamatan Bengo , Kabupaten Bone, Sulsel jadi korban pemerasan, atau penipuan melalui jasa pelayanan pengobatan medis layaknya seorang Dokter Praktek Umum dan atau Dokter Pribadi.
Jasa pelayanan ini hampir dipastikan beroperasi secara ilegal dengan tenggang waktu yang telah cukup lama di Kecamatan Bengo. Setelah dilakukan investigasi batarapos.com lebih dalam. Bahkan diketahui telah memiliki banyak pasien yang telah menjadi korban, sampai sebahagian diantaranya terdeteksi telah meninggal dunia.
Ironisnya, biaya tarif yang dipatok hingga bisa mencapai jutaan rupiah. Begitu pula dengan modus operandinya, diantaranya juga menyiapkan sebuah tempat rumah praktek lengkap meja dan kursi sebagai pelayanan konsultasi dan pemeriksaan, serta sejumlah peralatan medis yang terdiri dari seperti untuk pemeriksaan fisik ada termometer, tensi, stetoskop, untuk cuci luka alat-alat operasi bedah serta ada juga alat-alat medis yang habis pakai.
Pemeriksaan atau pengobatan yang dilakukan rata-rata saat beraksi yakni pada malam hari. dengan cara mengunjungi rumah para pasiennya, dengan diantar lebih dari satu orang tukang ojek motor yang dibayar setiap bulannya sebanyak 1,5 juta rupiah. Bahkan menurut informasi terkadang jika pemilik praktek pengobatan medis tidak sempat mengganti cairan inpus pasien maka dia mengutus orang mengantarnya selaku tukang ojek yang melakukan hal tersebut.
Untuk mendapatkan obat-obatan yang diberikan kepada pasien, pelayanan praktek pengobatan medis tersebut. Membeli pada sejumlah tempat apotik di Kota Bone, termasuk obat-obatan yang diwajibkan harus melalui resep dokter.
Dari pengakuan pengelola atau pemilik peraktek pengobatan medis ini. Tingkat pendidikan yang diraihnya hanya lulusan D3 pada sebuah Akademi Perawatan. Dan bukanlah seorang dokter sama sekali.
Ilmu pengobatan yang dimilikinya melakukan keberanian membuka praktek untuk konsultasi kesehatan hingga pada tindakan medis, termasuk memberi obat-obatan kepada para pasiennya. Karena sempat banyak belajar saat berkesempatan mendampingi beberapa dokter yang sedang melayani pasien-pasiennya pada sebuah Rumah Sakit Umum Daerah milik pemerintah.
Berdasarkan pengakuannya, aksinya tersebut bahkan telah mendapat teguran keras dari seorang Kepala Puskesmas tempat titik lokasi membuka praktek pengobatan medis karena masuk dalam wilayahnya. Yang bersangkutan diminta untuk tidak lagi beroperasi, akan tetapi teguran tersebut terus dilanggar hingga saat ini. Dan tidak takut untuk ditangkap oleh Aparat Kepolisian setempat.
Salah satu warga inisal HU yang telah menjadi korban Pelayanan Praktek Pengobatan Medis tersebut mengungkapkan bahwa awalnya dirinya merasakan sakit pada bahagian punggungnya sehingga meminta pemeriksaan kesehatan kepada yang bersangkutan pemilik tempat praktek.
“Saya memintanya datang kerumah untuk melakukan konsultasi, saat berkonsultasi saya lalu diperiksa. Setelah diperiksa dengan menggunakan alat yang dibawanya kemudian mengatakan bahwa saya kurang darah, juga kurang HB. sehingga saya langsung panik mendengarnya”, tuturnya. Jumat, 21/4/2023.
Korban HU kemudian disarankan untuk segera diinpus ditempat, sebab jika tidak dilakukan yang bersangkutan HU harus dibawa kerumah sakit di Kabupaten Bone.
“Jadi saya bertanya berapa biaya inpus tersebut, dia menjawab 250 ribu. Jadi saya iyakan”, paparnya.
Salanjutnya sayapun kemudian diinpus, tetapi bebarapa jam kemudian jarum yang telah ditancapkan ditangan saya tadi, dialiri darah sampai naik keselang inpus dan hampir mencapai botol cairan.
Sehingga saya menelepon yang bersangkutan agar segera datang akan tetapi dia mengatakan tidak sempat datang dengan alasan sibuk. Karena waktu itu adalah pada pagi hari dan darah terus naik keselang inpus, namun yang bersangkutan baru bisa datang pada malam harinya.
“Karena pemasangan inpus tersebut, badan saya bertambah sakit, sehingga saya terpaksa mencabutnya sendiri pada sore harinya”, ungkapnya.
Beberapa hari kemudian, saya mengalami kecelakaan pada saat sedang mengerjakan tegel rumah. Dimana kaki saya tertimpa tegel pada bahagian kaki kelingking sebelah kiri dengan kondisi tulangnya patah tetapi tidak sampai membuat luka luar atau mengeluarkan darah.
Sayapun memanggil kembali yang bersangkutan untuk segera diperiksa, kemudian saya diberi perawatan pada bahagian telapak kaki dengan cara dicuci memakai cairan inpus. Kemudian diberi sejenis salep berwarna biru ditambah bubuk berwarna putih seperti bedak. Kaki saya lalu dibalut full dengan perban hingga kepergelangan kaki. Dia berpesan agar balutan tersebut tidak dibuka sama sekali.
“Obat saleb dan bubuk putih tersebut diambil dari dalam tas yang dia bawa, setelah dipakai pembungkusnya kembali dia bawa pulang, saya juga diberi obat Samquinor 500 gr untuk saya diminum 2X1 setiap hari”
“Kerena balutan perban tersebut membuat kaki saya terasa panas sekali dan mengakibatkan pembengkakan, sehingga saya membukanya balutan perban tersebut, setelah dia pulang”, terangnya.
Setelah mendapat perawatan kurang lebih dua hari, dihari ketiga dia kemudian datang meminta uang sebanyak 2 juta rupiah karena obat-obatan seperti cairan inpus yang biasa dipakai mencuci luka, beserta salep maupun bubuk yang tidak saya ketahui jenisnya karena selalu dia bawa pulang kembali telah habis.
Sehingga obat-obat tersebut harus dibeli di Kota Bone terlebih dahulu. Sehingga pada hari ketiga itu tidak ada perawatan sama sekali. Dia menawarkan jika biaya yang telah diminta itu adalah biaya selama 10 hari kedepan berserta obat-obatan yang akan harus dibeli nantinya. Jadi sayapun memberikan uang yang diminta tersebut pada hari itu juga.
“Perawatan yang diberikan setelah membayar biaya 2 juta itu adalah sama persis dengan perawatan hari-hari sebelumnya dimana pergelangan kaki saya selalu dicuci sebotol cairan inpus lalu diberi salep dan bubuk putih kemudian dibalut full oleh perban”, tambahnya.
Belum cukup 10 hari perawatan berdasarkan jumlah botol cairan inpus yang diberikan dan tersimpan. Kemudian dia meminta biaya tambahan lagi sebanyak 1,6 juta sebab uang 2 juta rupiah kemarin tersebut hanyalah berupa panjar.
“Biaya tambahan itu dia sampaikan melalui telepon kepada menantu saya. Sayapun kaget mendengarnya sebab kesepakatan sebelumnya hanya 2 juta selama 10 hari perawatan, itupun perawatan yang dia berikan selama ini baru memasuki hari ke 8”, pungkasnya.
Saya meminta dia untuk datang dan berbicara langsung tetapi dia tidak pernah tidak prrnah memenuhinya. Bahkan dia terus mendesak melalui telepon hingga beberapa kali melalui menantu saya agar ditambahkan uang 1,6 juta untuk segera diserahkan kepadanya. Walaupun pelayanan perawatan yang harus diberikan kepada saya sesuai kesepakatan masih tersisa dua hari sebagai kewajibannya.
Bahkan dia menyuruh seseorang yang diketahui bernama Asis untuk mendatangi rumah kediaman saya mengambil uang yang telah diminta tersebut padahal saya tidak pernah menyetujuinya sama sekali permintaan tersebut.
“Orang tersebut (Asis) mengaku kepada saya disuruh oleh dia untuk mengambil uang 1,6 juta rupiah yang dia samapikan, tetapi saya tanya orang tersebut bahwa dirinya sudah membayar 2 juta rupiah, tetapi orang itu (Asis) menjawab uang 2 juta itu tidak diketahuinya karena tidak menyaksikan waktu, saya meminta sebaiknya membawa dia datang secara langsung tetapi tidak juga datang”, jelas korban HU.
Setelah Asis pulang dia tidak datang melaimkan hanya menelepon kembali menantu saya, dengan lebih mendesak sebanyak dua kali bahkan mempertegas permintaannya apakah mau membayar sesuai permintaan tersebut atau tidak.
Akhirnya permintaan tersebut saya penuhi, dengan menyuruh menantu serta cucu saya untuk mengantar uang 1,6 juta tersebut ketempat peraktek pengobatan medisnya.
Usai uang tersebut dia terima, kemudian meminta lagi pada saat itu juga bahwa nilai 1,6 juta tersebut ternyata masih kurang sebanyak 350 ribu rupiah. Menantu serta cucu saya menyampaikan sebaiknya kekurang 350 ribu dia minta langsung kepada saya saat datang nanti melakukan perawatan.
Setelah uang 1,6 juta tersebut dia terima hingga sekarang dia tidak pernah lagi datang memberikan perawatan maupun pengobatannya. Kasus inipun telah berjalan selama sebulan lebih.
Batarapos.com yang melakukan konfirmasi kepada Asis dikediamannya selaku salah satu orang yang disebut kerap mengantar pemilik praktek pengobatan medis, mengatakan bahwa dirinya mengaku kerap ikut melakukan silaturahmi disejumlah tempat di Bone Barat, untuk mendapatkan uang bersama teman-temannya yang berprofesi sebagai wartawan maupun LSM. Sehingga mengetahui banyak tentang wartawan.
“Saya ditawari kartu KTA tetapi saya tidak mau, itu teman-teman kelakuannya ternyata seperti itu, saya kerap ikut bersama mereka bahkan bermalam dirumah ini saat sedang beroperasi melakukan silaturahmi, berbicara uang banyaklah saya dapat”
“Saya mau luruskan, siapa saksinya saya pernah memasang inpus pasien (dia), saya hanya mengganti cairan inpus kalau dia tidak sempat datang kerumah pasien dan hanya sebatas itu saja yang saya lakukan, kalau yang seperti itu siapa saja juga bisa melakukannya”, terangnya.
Asis berdalih hanya sebatas selaku tukang ojek yang kerap mengantar pemilik praktek pengobatan medis kerumah-rumah pasien, dengan bayaran perbulan.
“Kalau mencari pasien saya tidak berani, saya pernah tanya dia apakah memiliki izin, dia jawab ada iya ada STR nya, jadi saya berani mengantarnya , cetus Asis.
Selain itu membenarkan bahwa dirinyalah yang terakhir sekali mendatangi rumah korban untuk meminta uang sejumlah 1,6 juta tersebut.
“Saya sudah menyarankan sama dia untuk datang kesana meluruskan permasalahan yang ada, tetapi dia tidak mau”, ucapnya.
Yang bersangkutan juga diketahui kerap berada ditempat prekatek pengobatan medis tersebut pada siang hingga pada malam hari.
Bahkan mengetahui hampir semua aktifitas sehari-hari pemilik praktek pengobatan medis yang beroperasi diduga secara ilegal tersebut. Dan adapun jumlah total yang telah diberikan korban kepada pemilik Praktek Pengobatan Medis tersebut adalah Rp. 3.850.000,00
Tim batarapos.com/Yusri