25 April 2025, 1:03 am

Menjaga Harapan di Tanah Merica: Cerita dari Loeha Raya Tentang Ruang Hidup, Perempuan, dan Masa Depan yang Inklusif

Liputan : Tim

Luwu Timur, batarapos.com- Dibalik rimbunnya kebun merica yang menyelimuti perbukitan Loeha Raya, tersembunyi cerita tentang perjuangan, ketahanan, dan harapan akan masa depan yang lebih inklusif. Konflik wacana antara pelestarian lingkungan dan kebutuhan ekonomi masyarakat memang nyata, namun ada juga suara-suara yang lebih tenang—yang mengajak duduk bersama, bukan saling menunjuk.

Fatmawati, warga Loeha yang kini menjalankan usaha kecil di bidang kuliner, mengenang bagaimana tiga tahun lalu ia masih berdiri di garis yang menolak aktivitas tambang. Namun, waktu dan pengalaman mengajarkannya bahwa membangun masa depan bukan hanya tentang menolak, tapi juga tentang membuka pintu dialog.

“ Ada waktunya kita bicara keras, tapi ada waktunya kita mendengarkan. Saya melihat PT Vale membuka ruang untuk keterlibatan perempuan, untuk UMKM, dan saya ingin itu tumbuh. Saya ingin anak saya punya lebih banyak pilihan pekerjaan daripada yang saya punya dulu,” ujar Fatmawati.

Antara Lada dan Lapangan Kerja

Tidak bisa dipungkiri, merica adalah nadi ekonomi Loeha. Namun, seperti yang disampaikan Buana, seorang petani sekaligus ibu rumah tangga dari Desa Loeha, hasil dari kebun merica tidak selalu mencukupi semua kebutuhan rumah tangga.

“ Ladang saya tidak besar, dan harga merica fluktuatif. Kadang saya harus menjual ayam atau pinjam ke tetangga kalau anak sakit. Saya berharap, kalau ada tambang, kami bisa ikut serta dan tidak sekadar jadi penonton,” katanya.

Buana, yang dulunya aktif dalam gerakan penolakan, kini memilih sikap yang lebih kolaboratif.

“ Kami bukan melupakan perjuangan, tapi kami juga butuh solusi. Kalau ada ruang untuk masyarakat terlibat, kenapa tidak kita manfaatkan?”

Tidak semua hal tentang industri tambang berjalan mulus. Bahkan warga seperti Fatmawati dan Buana mengakui akan tetap bersuara bila ada kebijakan yang merugikan masyarakat. Namun mereka juga percaya bahwa solusi tidak lahir dari konfrontasi tanpa akhir.

Sebaliknya, pendidikan dan pemberdayaan menjadi kunci. Inisiatif untuk mendukung UMKM perempuan, program pelatihan untuk generasi muda, hingga upaya membangun infrastruktur sosial seperti posyandu dan sekolah menjadi bukti bahwa pembangunan bisa bersifat manusiawi jika dilakukan bersama.

“ Yang kami butuhkan bukan belas kasih, tapi kemitraan yang adil,” ujar Fatmawati sambil menatap hamparan kebun kecilnya.

Menanam Harapan di Tanah Sendiri

Ditengah beragam suara, satu hal yang pasti: masyarakat Loeha Raya adalah penjaga tanah mereka sendiri. Mereka tahu kapan harus berkata cukup, tapi juga tahu kapan harus membuka ruang baru untuk harapan. Bagi mereka, masa depan tidak harus menjadi pilihan antara lada atau tambang, antara tradisi atau teknologi—tapi tentang bagaimana semua pihak bisa bekerja sama menjaga keseimbangan.

Dan mungkin, dari Loeha Raya, kita belajar bahwa keberlanjutan sejati dimulai dari kesediaan untuk saling mendengarkan.

BERITA TERKAIT

TRENDING

JARINGAN SOSIAL

3,001FansSuka
263PengikutMengikuti
53PengikutMengikuti
3,190PelangganBerlangganan