Batarapos.com – Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan atau disingkat PPKH bertujuan untuk mengatur penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan, seperti pertambangan.
Mengapa PPKH penting?
PPKH memastikan penggunaan kawasan hutan dilakukan dengan tata cara yang benar dan sesuai dengan peraturan. Hal ini dibutuhkan untuk melindungi kawasan hutan dari aktivitas yang dapat merusak atau menghancurkan ekosistem hutan.
Apa saja contoh larangan beraktivitas di lahan PPKH?
Larangan memasuki, merusak, menjarah, mencuri, menguasai, serta memperjualbelikan. Aktivitas pembukaan lahan PPKH untuk kepentingan perseorangan seperti aktivitas perkebunan merica menjadi satu contoh aktivitas yang tidak diizinkan di kawasan hutan.
Apa saja sanksi pelanggaran PPKH?
Tindakan hukum terhadap perusakan hutan bisa berupa sanksi administratif, perdata, hingga pidana.
Bagi perseorangan, sanksi pidana dijatuhkan sesuai pasal dalam Undang-Undang Kehutanan dan UU Cipta Kerja. Di antaranya Pasal 78 ayat (2) jo. Pasal 50 ayat (3) huruf a UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang telah diperbarui melalui UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Imbauan aparat hukum?
Kepala Balai Gakkum Sulawesi, Ali Bahri, menyampaikan, pihaknya sedang gencar melakukan pengawasan hingga penindakan pelanggaran hukum kehutanan di sejumlah daerah.
Beberapa kasus pembalakan liar di berbagai daerah, telah tuntas ditindaki oleh Balai Gakkum Sulawesi, dan diserahkan ke kepolisian dan kejaksaan.
Pada tahun 2025 ini, Gakkum Sulawesi sudah menyelesaikan hingga proses P21 (diserahkan ke Kejaksaan/Kepolisian) sebanyak 3 kasus, yakni di Gorontalo dan Sulawesi Tengah, serta ada 8 kasus Tindak Pidana Kehutanan yang masih dalam proses penyidikan.
Bagaimana peran masyarakat dalam berpartisipasi untuk mencegah pelanggaran PPKH?
Masyarakat didorong untuk melapor jika menemukan aktivitas ilegal di sekitar kawasan hutan. Hal ini sejalan dengan UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, khususnya Pasal 64–66, yang memberikan ruang bagi masyarakat untuk melaporkan tindak pidana kehutanan. Juga ditegaskan dalam UU No. 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, di mana masyarakat berperan dalam pelestarian alam melalui pelaporan, pendidikan, pengawasan, dan kemitraan dengan pemerintah serta pihak swasta.