13 November 2025, 5:39 am

AMDAL : Tak Sekadar Formalitas, Tapi Penjaga Masa Depan Lingkungan Lampia

Liputan : Tim

Luwu Timur, batarapos.com – Di pesisir Timur Bumi Batara Guru, tepatnya di kawasan Lampia, geliat industri nikel terus menggema. Deru alat berat dan tiang-tiang besi yang menjulang menandai ambisi besar untuk menjadi pusat hilirisasi tambang. Namun di balik semangat pembangunan itu, ada satu dokumen yang seharusnya menjadi pijakan utama yakni Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

Sayangnya, bagi sebagian pihak, AMDAL sering kali dianggap hanya sebatas syarat administratif pelengkap untuk mengantongi izin. Padahal, sejatinya AMDAL adalah instrumen ilmiah dan kebijakan lingkungan yang menentukan apakah sebuah proyek dapat berjalan tanpa merusak keseimbangan ekologis dan sosial dan budaya masyarakat di sekitarnya.

“ AMDAL bukan formalitas. Ia adalah tameng pertama agar pembangunan tidak menimbulkan bencana ekologis,” ujar Zakkir Malakani, warga Lampia, saat ditemui di sela aktivitasnya, Selasa (11/11/2025).

Kawasan industri smelter nikel memiliki karakteristik yang berbeda dengan sektor industri lainnya. Intensitas energi tinggi, kebutuhan air besar, serta risiko pencemaran udara dan logam berat menjadi tantangan nyata yang tak bisa diabaikan. Di sinilah pentingnya dokumen AMDAL bukan hanya untuk memenuhi hukum, tapi untuk memastikan pembangunan berlangsung dengan tanggung jawab sesuai dengan tata kelola pertambangan yang baik.

Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa PT Indonesia Huali Industrial Park (IHIP) kini tengah menyusun dokumen AMDAL untuk kawasan industrinya di Lampia. Namun, proses tersebut disebut-sebut berlangsung tanpa melibatkan masyarakat sekitar.

Kabar itu memantik keresahan. “Bagaimana mungkin dokumen yang seharusnya terbuka untuk publik disusun tanpa partisipasi kami?” tanya Zakkir heran.

Dalam ketentuan perundangan, proses penyusunan AMDAL mewajibkan keterlibatan masyarakat yang berpotensi terkena dampak langsung. Tidak boleh ada satu tahapan pun yang dilalui secara tertutup. Izin lokasi pun harus sesuai dengan rencana tata ruang wilayah (RT/RW), dan hasil kajian wajib dipublikasikan agar dapat diawasi secara transparan.

“ Kalau masyarakat tak dilibatkan sejak awal, bagaimana kami bisa tahu risiko dan dampaknya bagi lingkungan, bagi anak-anak kami nanti?” tambahnya.

Kekhawatiran itu bukan tanpa alasan. Banyak contoh di berbagai daerah menunjukkan, ketika proses AMDAL diabaikan, yang lahir bukan kesejahteraan, melainkan konflik sosial dan bencana ekologis. Polusi udara, pencemaran air, hingga meningkatnya penyakit akibat paparan logam berat menjadi bayang-bayang nyata di kawasan industri berat.

Zakkir dan warga Lampia tidak menolak pembangunan. Mereka hanya ingin dilibatkan, diajak bicara, dan diberi ruang untuk memahami apa yang sedang terjadi di tanah kelahiran mereka.

“ Kami takut, jangan sampai industri datang tapi justru masyarakat yang menanggung beban sosial dan kesehatan,” ujarnya lirih.

AMDAL seharusnya menjadi simbol keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan kelestarian lingkungan. Ketika prosesnya dijalankan dengan benar terbuka, ilmiah, dan partisipatif, maka manfaat jangka panjangnya bisa dirasakan bersama.

Namun ketika dilewati atau disusun tanpa transparansi, yang terjadi adalah kehilangan kepercayaan publik dan potensi kerusakan yang sulit diperbaiki.

Lampia kini berada di persimpangan antara kemajuan industri dan tanggung jawab ekologis. Masyarakat berharap, pihak perusahaan dan pemerintah daerah tidak menutup mata terhadap suara-suara dari akar rumput. Karena bagi mereka, AMDAL bukan hanya dokumen hukum melainkan nafas kehidupan bagi masa depan lingkungan Lampia.

BERITA TERKAIT

TRENDING

JARINGAN SOSIAL

38,000FansSuka
263PengikutMengikuti
53PengikutMengikuti
3,190PelangganBerlangganan