
Liputan : Tim batarapos.com/Zulkarnain
Makassar, batarapos.com, – Sekilas tidak banyak yang berubah dari fisik gedung Pasar Butung Makassar, pasca pengambil alihan pengelolaan secara paksa oleh Perumda Pasar Makassar Raya beberapa waktu lalu.
Bahkan seiring detik jam yang berputar maupun pergantian hari, kesan suasana panas yang menyelimuti Pasar Butung Makassar hingga saat ini masih bisa terlihat dengan kasat mata dengan tanda-tanda yang ada dan jadi pemandangan unik tersendiri bagi yang menyadarinya.
Saat memasuki atau berkeliling pada gedung pusat grosir dan eceran pakaian di Kota Daeng ini, salah satunya adalah apabila mata kita tertuju pada dua jenis tempat pembuangan sampah yang ada di Lantai Basment Pasar Butung Makassar.
Jelas dapat dilihat bahwa wadah sampah tersebut dapat dikenali jika ingin bertanya berasal dari mana, yang tidak lain adalah pengadaan milik Perumda Pasar dan KSU Bina Duta Makassar, sesuai logo tulisan pada masing-masing tempat sampah, yang juga dari segi warna jelas sudah pasti berbeda pula. Namun melihat dari fungsinya tetap sama pula, sangat disadari tidak memiliki perbedaan antara satu dengan lainnya.
Secara bersamaan kedua wadah ini terletak pada sebuah tangga, tepatnya pada posisi yang berbeda, ada yang terletak disisi kanan dan satunya lagi terletak disisi kiri.
Sementara baunya sendiri tergantung pada sampah yang terdapat didalam wadah masing-masing dari tulisan logo walaupun kedua tempat sampah ini terlihat memiliki penutup, Yang jelasnya tidak ada emas yang sengaja dibuang secara percuma didalamnya, apalagi berharap isinya bisa menguntungkan nantinya untuk membuat hidup sejahtera selamanya, karena didalamnya hanyalah berbagai macam jenis kotoran semata yang tidak memiliki nilai yang sangat tinggi.
Disisi lain pemeliharaan bangunan bagian terpenting yang harus dilakukan oleh setiap pengelola. Pengambil alihan pengelolaan Pasar Butung Makassar oleh PD.Pasar Raya juga sudah benar. Akan tetapi tidaklah tepat jika pengelolaan tersebut tidak melibatkan para penghuni pemilik satuan rumah susun bukan hunian Pasar Butung Makassar.
Seperti pernyataan yang disampaikan oleh M. Ridjal Adelansyah Syam yang dikenal dengan pola pemikiran yang Rasional oleh awak media. Yang diminta kepada batarapos.com pendapat serta penilaiannya setelah menyimak dan memperhatikan polemik di Pasar Butung dimana terlihat terjadi benang kusut serta diperkirakan sangat sulit menariknya hingga menjadi benar-benar lurus.
Polemik yang terjadi saat ini, menimbulkan pertanyaan penting, hal itu dapat membuat para pedagang menjadi bingung, bahkan menimbulkan kerugian bagi para pedagang.
M.Ridjal mengatakan bahwa keputusan Jaksa Penuntut Umum untuk meminta PD.Pasar Raya mengelola Aset Daerah Secara Mandiri juga sudah benar jika pertimbangannya hanya mencakup penyelamatan aset daerah.
“Lalu bagaimana dengan status hak bersama, benda bersama dan tanah bersama, apakah itu tidak diperhitungkan ?”, kata M.Ridjal Adelansyah Syam. Kamis, 26/10/2023.
Keputusan itu bagi saya keliru, karena tidak mempertimbangkan hubungan-hubungan hukum lainnya, Kecuali memang ada niat membangun stigma hukum sesat, dengan menggunakan prespektif tertentu, mengingat ini adalah strategi paling ampuh, untuk membuat para pedagang hawatir dan merasa ketakutan dibalik ketidak tahuan mereka soal Jenis hak yang mereka peroleh.
Memberikan/menerbitkan Hak milik (SHMSRS) diatas Tanah HPL (Hak Pengelolaan) dengan mempertimbangkan status kepengelolaan pihak ketiga yang dimuat dalam perjanjian kerjasama pemanfaatan/kerjasama terbatas, sudah diatur dengan jelas dalam Undang-Undang Rumah Susun termasuk Peraturan Pemerintah No.13 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan rumah susun.
Lebih jelas M Ridjal menyerukan bahwa pedagang harus tau dan memahami, mengapa dalam kontrak perjanjian developer/pengembang selalu di posisikan sebagai pihak ketiga, bukan sebagai pihak kedua dalam pemanfaatan tanah Hak Pengelolaan. Termasuk penggunaan istilah aset pemerintah (penyertaan modal dalam bentuk tanah HPL) dalam kasus yang terjadi di Pasar Butung Makassar, supaya tidak serta-merta meng-Aminkan apapun kebijakan yang di tetapkan oleh pengelola.
Bisa dibayangkan, jika pemberian SHMSRS diatas tanah HPL adalah keliru dan tidaklah diperkenankan, maka benarlah apa yang pernah dikatakan Rocky Gerung soal logika hukum kita sudah rancu sejak Pembuatan kurikulum. Asumsi bahwa Pemberian SHMSRS diatas Tanah HPL (Aset Daerah) tidak dapat dibenarkan itu Informasi Sesat.
Pemegang HPL itu merepresentasikan status Hak Menguasai Negara, adapun istilah aset pemerintah yang diperoleh berdasarkan HPL, hanya berkenaan dengan fungsi publik, bukan hak milik.
Jika dilihat dalam prespektif Barang Milik Daerah yang bersumber dari perolehan lainnya yang sah, maka sejak berakhirnya perjanjian kerjasama dan/atau adanya penetapan pengadilan yang berkekuatan tetap, objek perjanjian kerjasama tersebut menjadi barang milik daerah.
Pertanyaannya, apakah Pasar Butung Makassar Merupakan aset (barang milik) daerah , sejak penandatanganan kontrak kerjasama dengan PT. Latundrung L&K sampai saat ini masih utuh setelah pemberian SHMSRS untuk setiap bukti pemilikan kios/lods. Jadi sangatlah mengherankan jika status benda bersama dan tanah bersama tidak dimasukkan sebagai pertimbangan dasar. Meskipun saya juga menyadari bahwa, Bukan perkara yang sulit bagi seorang mafia untuk menghapus status hak benda bersama maupun tanah bersama yang lahir diatas tanah HPL, oleh karena menciptakan gempa buatan hanya dapat dilakukan diatas ranjang, maka arus pendek adalah pilihan yang tepat untuk menciptakan kondisi diluar kehendak para pihak.
“Ini perlu saya singgung lebih awal, supaya kita benar-benar paham definisi kelalaian.
bayangkan jika pemilik kios di hadapkan dua loket pembayaran listrik dan retribusi lainnya”, jelasnya.
Fasilitas eskalator dan AC juga sempat dipertanyakan oleh pedagang, kenapa tidak nyala. Bahkan ada ancaman pemutusan arus listrik oleh Pihak KSU Bina Duta Karena Pedagang Menyetor Uang ke PD.Pasar, inikan aneh, dualisme kah ?.
Umumnya kondisi ini akan membuat para pedagang terpecah belah, yang sebenarnya jika pedagang bersatu Khususnya Pedagang Bersertifikat bukan hal yang sulit untuk membuat Badan Hukum Baru untuk mengelola Pasar Secara Mandiri, dengan mempertimbangkan jumlah kios yang menjadi barang milik daerah, misalnya Kios-Kios yang dikontrakkan.
Satu-satunya penanda bahwa KSU bina duta diakui sebagai pengelola pasar butung adalah surat-surat berharga yang dimiliki oleh pedagang yang status penguasaanya adalah ngontrak, harusnya itu diakuisis terlebih dahulu untuk menghapus pengakuan secara De Fackto KSU Bina Duta, untuk menyempurnahkan status beralihnya status kepengelolaan Pasar Butung Makassar.
“Tapi saya heran kenapa itu tidak dilakukan. Apakah mungkin ada beban moril yang harus dijaga. Kalau proses pengambil alihan pengelolaan pasar butung oleh PD.Pasar hanya ditandai dengan aktifitas pemungutan biaya kepada pedagang tanpa memperlihatkan kompetensi yang lebih unggul dari pengelola sebelumnya, apa bedanya dengan anak Almarhum H.Irsyad Doloking. Bukankah tujuan pengelolaan aset secara mandiri untuk menciptakan fasilitas publik yang ramah tanpa sikap arogan yang cenderung mengenyampingkan kesejahtraan masyarakat, khususnya para pemilik kios”, terangnya.
“Konflik antara PD.Pasar Raya dengan KSU bina duta sudah pasti merugikan pedagang”, tegas Ridjal.
Khususnya pemilik kios (Pemegang SHMSRS). Kenapa, karena hak yang dimiliki secara privat/individu juga harus ikut tersandra (di Blokir) oleh karena miskinnya prespektif pemangku kebijakan, dalam bertindak maupun mengambil keputusan
Lebih lanjut diurainya, sertifikat yang harusnya dapat digunakan untuk mendongkrak modal usaha dengan membebankan hak tanggungan (jaminan) itu tidak lagi dapat dilakukan.
Sekarang PD.Pasar harus diakui sebagai pengelola yang sah setelah pemutusan kontrak kerjasama oleh H.Latundrung L&K bersama PD.Pasar Raya, pertanyaannya adalah apakah PD.Pasar sudah memulihkan status sertifikat tersebut.
“Kalau tidak, bicarakan memang mi berapa biaya ganti rugi untuk inisiatif perubahan jenis hak. Mengingat kasus yg terjadi di Pasar Sentral, tidak lagi menggunakan instrumen hak SHMSRS. Silahkan berbuat seenaknya, tapi ingat kewajiban apa yg harus dipenuhi sebelum merubah status/jenis hak pemilik kios”, tutup M. Ridjal Adelansyah Syam.