Liputan : Tim batarapoa.com
Luwu Timur, batarapos.com – Forum Masyarkat Petani Lada (FORMAL) Loeha Raya menegaskan jika kehadiran Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulsel di Loeha Raya tepatnya di area Tanamalia, Luwu Timur, Sulsel hanya memicu konflik ditengah masyarakat.
Tak hanya itu saja, iming-iming yang disampaikan ke masyarakat untuk membantu petani lada, justru mengarah pada upaya memperkeruh suasana dan menghadirkan konflik horizontal, dampaknya, masyarakat terpecah belah berujung pada konflik sesama masyarakat Loeha Raya.
AMRI, Ketua Forum Masyarkat Petani Lada (FORMAL) Loeha Raya meminta Walhi menghentikan segala aktivitasnya di Loeha Raya, Tanamalia
” Jangan membuat gaduh dengan memprovokasi masyarakat, Kehadiran walhi kemungkinan besar ilegal, terbukti sampai saat ini baik dari pihak Walhi dan Pemerintah setempat belum pernah menunjukkan legalitas izin yang memperbolehkan mereka masuk di loeha raya dan parahnya lagi membawa orang Asing,” Imbuhnya.
AMRI menegaskan, agar Walhi segera menghentikan bentuk provokasi masyarakat Loeha Raya dan tidak menyalahi apa yang sesungguhnya menjadi esensinya, tugas advokasi yang dilakukan, justru sebaliknya mengajak masyarakat melakukan perlawanan.
” Harusnya, aparat kepolisian bisa segera turun tangan memantau aktivitas, Jika biasanya ada pihak luar masuk ke area lain wajib memiliki izin sehingga Formal mempertanyakan apakah Walhi memiliki izin dari aparat Luwu Timur khususnya aparat desa di Loeha Raya,” Tegasnya.
Rustam, Selaku Sekjen Forum Masyarakat Petani Lada (FORMAL) Loeha Raya, menuturkan bahwa saat ini Walhi sudah terlalu jauh masuk pada konsep gerakan masyarakat
” Ini yang kemudian menjadi potensi besar yang dapat memicu konflik antar sesama masyarakat, Membawa kepentingannya dengan menginginkan adanya posisi dalam gerakan masyarakat, kejadian itu saat saya rapat bersama Walhi, namun pada saat itu saya menolak untuk memberikan posisi kepada mereka, karena ini bukan bagian dari pada perjuangan tapi ada hal-hal kepentingan yang mereka ingin mainkan,” tututnya.
“ Masyarakat bisa saja terpecah belah karena kemungkinan besar mereka membawa suatu kepentingan yang dimana kepentingan itu bersifat kepentingan kelompok diluar dari kepentingan masyarakat Loeha Raya,” katanya.
Formal Loeha Raya sedang berupaya mempertemukan titik tengah antara masyarakat dan PT Vale agar tidak ada yang saling dirugikan melainkan saling menguntungkan, karena sampai hari ini PT Vale terbuka untuk berdialog bersama masyakat .
Terbukti dengan keikutsertaanya bersama Formal pada konsultasi pertemuan bersama Direktur Penanganan konflik tenurial kawasan hutan dan adat di Jakarta, yang juga di inisiasi oleh DPRD Luwu Timur sebagai tindaklanjut dari rapat dengar pendapat yang dilakukan sebelumnya.
Hadir Ketua dan Wakil Ketua DPRD Luwu Timur, serta perwakilan Pemda Luwu Timur yang di wakili oleh Kadis DLH Andi Makkaraka, Dari pertemuan tersebut, Formal diberi masukan tentang status Tanamalia serta langkah-langkah penyelesaian konflik antara masyarakat dan PT Vale.
Tindak lanjut dari pertemuan Formal di Jakarta 26 September lalu, Formal kemudian mendorong agar dilakukan FGD (Focus Group Discusion) dimana PT Vale menjadi fasilitator, yang dihadiri oleh pihak Kementrian, Forkopimda Luwu Timur, KSP, Komnas Ham dan Dewan Kehutanan Nasional serta NGO Nasional dan internasional.
“ Semua bersepakat agar konflik diselesaikan secara humanis agar tidak berkepanjangan, sehingga masyarakat bisa hidup berdampingan antara petani lada dan PT.Vale Indonesia,” pungkas Rustam