Wotu, Batarapos.com – Penyidik Polres Luwu Timur diminta melakukan kajian ulang terhadap kasus sengketa tanah (sawah) di Dusun Sumbernyiur, Desa Lampenai, Kecamatan Wotu, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, atas penetapan tersangka terhadap anak tergugat.
Sengketa tanah yang bergulir sejak tahun 1990an ini diduga ada yang tidak beres dalam proses hingga munculnya surat putusan dan perintah pengosongan lahan dalam bentuk kertas foto copy.
Diketahui, penggugat (Samin) dan tergugat (Samaila) keduanya telah meninggal dunia (wafat) kasus tersebut dilanjutlan oleh ponakan penggugat.
Tergugat bertahan di lokasi berdasarkan surat dalam bentuk tulis tangan oleh penggugat, dimana dalam surat tersebut penggugat telah menjual tanahnya kepada tergugat, surat itu dibuat dan ditandatangani di negeri Malaysia oleh penggugat.
Anehnya, saat pulang kampung, penggugat kembali ingin menguasai lahan tersebut, dimana tergugat bertahan karena sudah membeli lahan yang dimaksud.
Parahnya, tak hanya terhadap tergugat terdapat surat penjualan tersebut, namun surat penjualan lain dengan lokasi yang sama juga terdapat pada orang lain atas nama Darwis, surat tersebut dibuat pada tahun 1989 yamg juga ditandatangani oleh penggugat.
“Penyidik Polres Luwu Timur harus lakukan kajian ulang sebelum menetapkan tersangka terhadap anak tergugat, karena surat sebagai acuan penggugat hanya dalam bentuk foto copy, lagi pula ini lahan sudah terjual beberapa kali dengan penjual yang sama” harap Syafruddin Djalal selaku konsultan hukum batarapos.com
Lebih parah lagi, penggugat tidak mengetahui persis batas-batas lokasi yang digugat bahkan jumlah luas lahan yang digugat melebihi luas lahan yang dimaksud.
Atas kejadian ini, tergugat akan bersurat ke Kompolnas demi keadilan, yang menurutnya, penetapan tersangka atas dirinya sangat tidak sesuai dengan bukti pembelian lahan yang dimilikinya.
Dimana selama ini, anak tergugat terus menuntut penggugat untuk memunculkan keaslian dari surat putusan pengadilan dan surat perintah pengosongan lahan, menurutnya jika benar keaslian surat itu ada maka dirinya juga tidak akan bertahan dan mengikhlaskan lahannya yang dikelolahnya sejak puluhan tahun untuk diserahkan kepada orang lain.
“Saya punya surat pembelian yang ditandatangani penggugat makanya saya garap sudah puluhan tahun, tiba-tiba ada surat pengadilan tapi cuma foto copy, saya selalu minta supaya aslinya dimunculkan, kalau ada itu aslinya surat, saya juga sebagai anak tidak akan bertahan” kata Bakri anak tergugat yang ditersangkakan, sembari berharap keadilan ditegakkan.
Yang bertandangan dalam surat perintah pengosongan lahan tersebut salah satunya Kades Lampenai (Samsul Bachri) namun anehnya lagi, dalam surat tersebut menyebutkan Kades hadir pada saat eksekusi objek sengketa, sementara Kades dalam surat tertulisnya membantah, tidak hadir di lokasi saat proses eksekusi.
“Saya tidak pernah hadir dilokasi saat eksekusi, hanya kabar saja saya dengar, adapun surat yang saya tandatangani itu saya hanya diantarkan, dan saya tidak tahu siapa orangnya karena dia tidak sebut dari instansi mana, hanya minta tanda tangan kalau lokasi itu sudah dieksekusi, orang yang datang juga tidak pakai baju pegawai pengadilan tapi baju biasa saja” Jelas Samsul Bachri mantan Kades Lampenai. (HS)