
Liputan : Tim
Luwu Timur, batarapos.com – Keluarga Iksan sudah ikhlas. Mereka tak menyalahkan perusahaan pertambangan, tempat Iksan mencari nafkah.
“ Murni karena sudah jalan-jalannya mi (sudah ajalnya). Tidak bisa salahkan tambang,” kata Istri almarhum Iksan, Nur Hayani saat ditemui di kediamannya di Desa Pongkeru, Kecamatan Malili, Minggu, (13/10/24).
Di ruang tamu, Nur Hayani duduk sila. Di sebelah kirinya, ada Kakak Kandung Iksan, Musafir (51), dan Ibu Nur Hayani yang menggendong cucunya (putra ketiga almarhum Iksan).
Sehari sebelum Iksan meninggal dunia (10/10/24), Nur Hayani sudah punya firasat. “Malamnya saya dipeluk erat. Baru memasakkan saya air di saat hujan. Biasanya tidak masak air kalau hujan. Potong kayu juga banyak sekali. Baru dilarang kita angkat itu kayu, katanya nanti orang banyak yang angkat,” kenang perempuan berusia 29 tahun ini.
Semua hal ini ungkap Nur Hayani, sudah jadi tanda-tanda. Jika suaminya tercinta akan pergi lebih dulu. Menghadap kepada Sang Maha Kuasa. Sehingga, kepergian suaminya ungkap Nur Hayani tak bisa dikaitkan dengan pekerjaannya sebagai pengawas PT Putra Pongkeru Utama (PPU), perusahaan vendor PT Citra Lampia Mandiri (CLM).
“Kita tidak bisa menghindari kematian. Ajal kita sudah tertuang dalam perjanjian sejak kita mau keluar di dunia ini. Kita sudah tanda tangan dengan Allah,” kata Kakak Kandung Iksan, Musafir.
Musafir bilang, kepergian adiknya tidak bisa dikaitkan perusahaan pertambangan. Sebab, jika ajal datang, maka kematian tidak bisa dihindari. Menurutnya, kepergian Iksan di area pertambangan sudah ketentuan Allah SWT.
“Ajalnya mi ini. Sudah ketentuan. Apalagi, sebelum meninggal, sudah lain-lain memang mi tingkahnya. Banyak memang tanda-tanda. Dia video call sama temannya. Padahal dia duduk berdampingan,” ungkap Musafir.