29 Maret 2024, 9:12 am

Skandal NIDN Dr. Lanni Koroh Versus Kampus UPG’45

Kupang, batarapos.com – Nasib Dr. Lanni Koroh, Doktor Tamatan Universitas Udayana benar-benar malang. Ia yang meminta agar haknya diberikan, malah diancam oleh Rektor Universitas Persatuan Guru 45 (UPG 45) untuk dipidanakan dengan menggunakan UU ITE terkait pencemaran nama baik.

Padahal sudah tiga tahun ini Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN) miliknya disandera dan dipakai UPG 45, ia tidak diberi jabatan, tidak diberikan kontrak kerja yang baru, dan ia tidak diberikan kewenangan apa pun di kampus. Hal ini terungkap dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Forum Academia NTT (FAN) beberapa waktu yang lalu (10/2/2020), di kantor IRGSC (Insitute of Resource Governance and Social Change).

“UPG 45 menggunakan NIDN saya begitu saja, tanpa ada persetujuan, ketika saya masih menyelesaikan program doktor, padahal kontrak kerja saya hanya dengan Universitas PGRI bukan Universitas Persatuan Guru 1945, saya tidak mengerti bagaimana nama saya pindah begitu saja di pangkalan data pendidikan tinggi dan kemudian tidak ada kejelasan sama sekali tentang hak dan kewajiban saya,” kata Lanny Koroh.

Skandal ini mewakili carut marut Universitas PGRI, universitas dengan 14 ribu mahasiswa yang dibubarkan begitu saja, dan kemudian sebagai gantinya Menteri Pendidikan Tinggi mengeluarkan SK untuk mengizinkan berdirinya dua universitas baru, karena kedua pihak yang bertikai bersikukuh dan tidak ada yang mau menempuh jalan damai. Pilihan ini bukan tanpa kontroversi, karena ribuan mahasiswa Universitas dikorbankan nasibnya karena sengketa rektor saat itu Samuel Haning dengan Soleman Radja sebagai Ketua Yayasan.

“Kalau mau dijelaskan sebenarnya keputusan ini adalah keputusan politik tingkat tinggi, karena Setya Novanto Ketua DPR saat itu lah yang membantu Sam Haning, ya bisa dibilang Pak Sam ini jagonya bikin perangkap off side, apa pun strategi lawan, dengan mudah dibikin off side, sehingga tuntutan hukum tidak pernah masuk ke gawang,” kata Daniel Tonu, komisioner KPI yang juga mantan dosen Universitas PGRI.

Dengan kampanye media yang simpatik tim Humas Universitas PGRI benar-benar menjadi alat pemasaran yang efektif mahasiswa dari berbagai daerah di NTT. Selain murah, rektor juga sangat peduli dengan mahasiswa. Sayangnya konflik dua petinggi ini membuat nasib 14 ribu mahasiswa menjadi korban

“Salah satu kendala membuka skandal Universitas PGRI saat itu punya lobi yang kuat. Kalau mau dibilang Pak Sam menang uji lari, karena ia lebih cepat memindahkan data para dosen, dan mahasiswa ke UPG 45 dibandingkan Ketua Yayasan Pak Soleman Radja,“ kata Daniel.

Sementara itu Prof. Dr. Manlian Ronald. A. Simanjuntak, ST., MT., D.Min, Guru Besar Universitas Pelita Harapan Jakarta yang diminta tanggapannya terkait persoalan Dr. Lanni Koroh dengan Universitas Persatuan Guru 45 mengatakan, sekarang kan pecah dua satu kan UNASDEM dan UPG 45 kalau mau pindahkan dosen dari Universitas PGRI mau dibagi atau dibelah dosennya kesana maka pindah homebasenya ke sana dong. Jadi kalau Dua Universitas itu sudah terdaftar maka nama Dosen yang tadi masih terdaftar di PGRI maka namanya nggak bisa nyantol ke kampus yang satu dong, harus dipindahkan. Pada waktu membagi kampus juga harus ada kesepakatan dong. Artinya gini itu harus ada kesepakatan Dua belah pihak.

“Untuk memindahkan Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN) harus ada kesepakatan dengan pihak yang bersangkutan. Karena ada Form yang harus ditandatangani tidak bisa dipindahkan begitu saja. Karena Form itu berhubungan dengan tempat di mana Dosen yang bersangkutan bertugas. Jadi pada intinya Nomor Induk Dosen Nasional kalau pindah dari Satu Kampus ke Kampus lain harus seijin yang bersangkutan nggak bisa begitu dong,” tegas Prof. Manlian.

Sedangkan Winston Neil Rondo, mantan anggota DPRD Provinsi NTT dari Komisi V yang membidangi bidang pendidikan menyatakan, “Kalau mau dibilang analoginya begini, Universitas PGRI adalah Ibu, dan ia melahirkan anak kembar, Universitas Nasdem, dan UPG 45, setelah melahirkan Ibunya dibunuh, korbannya terlalu banyak,” ucapnya.

Skandal UPG 45 merupakan kelanjutan dari salah urus Universitas PGRI. Kredibilitas lembaga pendidikan dibiarkan jatuh begitu saja. Rektor Universitas PGRI saat itu Samuel Haning, yang sekarang telah menjadi Ketua Yayasan.

Upaya Dr.Lanni Koroh untuk meminta agar pihak UPG 45 untuk jujur tentang statusnya tidak berbuah hasil. Doktor sejumlah tiga orang di kampus UPG 45 nasibnya benar-benar dipermainkan.

Selain Dr. Lanni Koroh, seorang Doktor lain yang juga mengalami nasib serupa dan hadir dalam diskusi adalah Dr. Hendrik Lao, doktor manajemen pendidikan.

“Kurang lebih nasib saya sama dengan Ibu Lanni, saya berharap ini bisa diselesaikan, dan saya bisa mendapatkan kejelasan,” kata Hendrik.

Berdasarkan pengakuan keduanya, nama dan ijazah kedua doktor ini dicatut oleh UPG 45 begitu saja, tanpa ada konfirmasi. Akibat yang sangat terasa adalah keduanya tidak bisa menjadi dosen tetap di perguruan tinggi lain, meskipun di UPG 45 nama mereka hanya dicatut dan NIDN-nya dipakai.

“Kondisi ini mengingatkan saya pada nasib para TKI di Malaysia yang paspornya dipegang oleh para majikan mereka, sehingga mereka tidak berdaya, seharusnya pendidikan tinggi dikelola dengan lebih baik, dan martabat para pendidiknya diangkat, dan bukan direndahkan semacam ini, skandal ini tidak bisa didiamkan, dan Menteri Pendidikan harus bisa memastikan kualitas dan model pengelolaan perguruan tinggi,” ujar Pdt.Emmy Sahertian, dari Jaringan Kemanusiaan.

Sedangkan Anggota DPR dari Fraksi PKB, Ana Kolin Waha, menyatakan bahwa kasus ini menjadi perhatian DPRD Provinsi NTT.

“Saya diminta khusus oleh Ketua DPRD NTT Ibu Emmy Nomleni untuk hadir dan mendengar aspirasi para akademisi, dan intelektual terkait kasus ini, kami dari DPRD NTT akan bersurat dan memanggil baik rektor maupun ketua yayasan,” kata Ana.

Minggu lalu Dr.Lanni Koroh sudah mengadu ke Komisi V DPRD Provinsi NTT, dan diterima oleh para anggota komisi V.

“Khusus terkait pemberitaan media terkait Dr.Lanni Koroh, saya meminta agar media tidak melakukan provokasi, atau pun merendahkan martabat perempuan, mungkin judul berita dipandang seksi dengan menulis Lanni menangis, tetapi itu merendahkan, seharusnya media fokus pada substansi persoalan,” kata Ann mengingatkan.

Dalam diskusi yang dimoderatori oleh Rudi Rohi dari IRGSC, baik Samuel Haning maupun David Selan tidak hadir. Dalam catatan penutupnya Rudi Rohi mengingatkan pentingnya menjaga kualitas dunia pendidikan, dan menurutnya salah satu caranya adalah memanusiakan para pengajarnya.

Dua orang pembicara lain, Samuel Haning, Ketua Yayasan UPG 45, dan David Selan, rektor UPG 45 tidak hadir. Dalam jumpa pers di hari yang sama David Selan malah mengelak dan menuding Dr.Lanni Koroh mencemarkan nama baik.

“Kasus ini menjadi perhatian serius para academia yang tergabung dalam Forum Academia NTT (FAN), karena kasus ini memperlihatkan ketidakberesan pemerintah pusat menjaga kualitas perguruan tinggi, dan khususnya tidak memberikan keadilan untuk dosen yang NIDN-nya dicatut begitu saja, dan kasus ini tidak hanya satu kasus,” ujar Herman Seran, aktivis yang mewakili FAN.

Forum Academia NTT adalah forum yang didalamnya terdiri dari para akademisi, intelektual, aktivis, jurnalis, penulis, tokoh agama yang bekerja di NTT. (Tim).

BERITA TERKAIT

TRENDING

JARINGAN SOSIAL

3,001FansSuka
263PengikutMengikuti
53PengikutMengikuti
3,190PelangganBerlangganan