Bone, batarapos.com – Nasib malang menimpa ribuan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di Kabupaten Bone, mereka hanya bisa pasrah setelah menjadi korban dalam pemotongan dana pada Penyaluran Bantuan Sosial Non Tunai Program Keluarga Harapan (PKH) pada setiap penerimaan atau pencairan.
Dengan adanya Penyaluran Bantuan Sosial Non Tunai PKH, pada dasarnya beban penderitaan masyarakat yang tergolong kurang mampu telah sangat terbantu dalam meringankan beban mereka, namun melihat hal tersebut, siapa menyangka penyalurannya diduga ternyata disalah gunakan oleh oknum-oknum tertentu untuk meraup keuntungan pribadi dalam memperkaya diri sendiri maupun golongan, dan parahnya tidak pernah tertangkap hingga saat ini.
Melihat dari jumlah penerima manfaat Program Keluarga Harapan di Kabupaten Bone sebenarnya tidaklah sedikit, tidak kurang berjumlah hampir mencapai puluhan ribu, di Kecamatan Bengo misalnya jumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) diatas seribu orang yang tersebar disejumlah wilayah pedesaan dalam satu Kecamatan.
Dari hasil informasi yang berhasil di kumpulkan, khusus di Kecamatan Bengo, hampir dipastikan pemotongan nilainya bervariasi dari nilai Rp.5000,00 hingga Rp.50.000,00, tergantung banyaknya jumlah nilai dana yang diterima masyarakat yang terdaftar sebagai anggota KPM.
Hal ini digambarkan oleh nenek Nadi berumuran sekitar (63) salah satu diantara ribuan yang ada. Dengan menyandang status janda dahulunya masuk dalam kategori layak Penerima Bantuan PKH berasal dari Desa Selli, bersama cucunya yang mengalami kelainan mental.
Namun Bantuan Sosial Non Tunai Program Keluarga Harapan kini tak lagi dinikmatinya, walaupun mungkin alasan untuk menghilangkan haknya bisa saja masuk akal berdasarkan aturan yang ada, nenek Nadi pun kini sudah pasrah.
Bermukim di rumah panggung yang sudah agak lapuk, namun tetap bekerja keras mencari nafkah dari hasil menggarap lahan kebun atau pertanian, adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Sesekali juga membanting tulang dengan membantu para tetangga yang membutuhkan jasanya untuk mencuci pakaian atau piring, saat ditemui batarapos.com, ia mengungkapkan yang dialaminya pada saat menjadi Keluarga Penerima Manfaat (KPM), pada Penyaluran Bantuan Sosial Non Tunai Program Keluarga Harapan (PKH).
“Selama ini (terbilang) sudah empat kali menerima dana (Penyaluran Bantuan Sosial Non Tunai PKH),” tutur Nadi menegaskan dalam bahasa bugis saat dikonfirmasi.
Dan selama menerima bantuan tersebut menurut pengakuannya, selalu saja ada potongan dari petugas (agen) yang bertugas membagikan atau yang menyerahkan penyaluran dana PKH kepadanya.
“Dana yang pertama sekali saya terima adalah satu juta seratus lima puluh ribu rupiah, saya disampaikan bahwa telah ada potongan lima puluh ribu rupiah (Rp.50.000,00), begitupun pada waktu setiap penerimaan pencairan,” tandasnya kembali dengan berbahasa Bugis.
Dari pengakuan nenek Nadi dirinya menerima Penyaluran Bantuan Sosial Non Tunai PKH selama ini adalah senilai ke-1. (pertama), Rp.1.150.000,00, ke-2. (Kedua), Rp.450.000,00, ke- 3. (ketiga), Rp.450.000,00, ke-4. (keempat), Rp.500.000,00 semua memiliki potongan hingga Rp.50.000,00 bahkan bervariasi.
“Saya hanya menerima uang setelah dilakukan pemotongan dan tidak ada pemberian semacam kertas struk, kartu (Kartu Kombo) saya digesek lalu mereka (petugas agen) memberikan uang dan menyampaikan ada pemotongan (jumlah pemotongan),” terangnya lagi dalam berbahasa kental Bugis.
Tidak hanya nenek Nadi sejumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) lainnya mengalami hal yang sama pada Penyaluran Bantuan Sosial Non Tunai PKH namun enggan untuk disebut identitasnya, salah satunya sebut saja inisial (X) (41), merupakan masyarakat Keluarga Penerima Manfaat PKH yang ada diwilayah Kecamatan Bengo.
“Janganki sebut identitas saya, jangan sampai dicoret dari penerima bantuan PKH,” ucapnya.
Inisial (X) yang tergolong cerdas seperti tidak mudah dikibuli begitu saja dengan usia lebih muda dibandingkan dari nenek Nadi, mengungkapkan hal yang sama, menuturkan dirinya adalah salah satu bahagian Keluarga Penerima Manfaat Penyaluran Bantuan Sosial Non Tunai PKH bahkan sejak tahun 2014 dan membenarkan adanya potongan pada setiap penerimaan pencairan dana, namun tidak sebanyak yang dialami nenek Nadi.
“Jumlah potongan dana PKH yang saya alami adalah sebanyak lima belas ribu rupiah, dimana lima ribu rupiah untuk administrasi orang Bank (agen), sepuluh ribu untuk ketua kelompok PKH,” tuturnya.
Inisial (X) mengungkapkan pada setiap penerimaan dana PKH dirinya selalu menerima dan diberikan kertas struk.
“Pihak Bank (agen) sudah menyiapkan uang tunai, kartu (Kartu Electrik Kombo) tinggal digesek pada sebuah alat mesin gesek menandakan bahwa transaksi pencairan sudah dilakukan, sebelum penyerahan uang, pemotongan sudah dilakukan terlebih dahulu,” jelas inisial (X).
Menyikapi hal tersebut koordinator Pendamping Dana Bantuan PKH Kecamatan Bengo Yusuf yang juga tercatat merupakan Sekertaris Desa (Sekdes) Desa Bulu Allaporenge, Kecamatan Bengo, Kabupaten Bone, mengakui adanya potongan pada pencairan dana non tunai program PKH terhadap anggota yang terdaftar menjadi KPM, Minggu, (9/2/2020).
“Biaya (pemotongan) untuk agen paling standar lima ribu hingga sepuluh ribu, itu atas kesepakatan bersama antara KPM (Keluarga Penerima Manfaat) dengan agen Taccipi,” ucap Yusuf.
Yusuf tidak sendiri di Kecamatan Bengo terdapat 9 orang menjadi tenaga pendamping bersamanya, Yusuf mengatakan sebelum agen melakukan penyaluran menyampaikan kepada KPM apakah setuju atau tidak dilakukan pemotongan kami hanya memfasilitasi selaku pendamping.
Selaku Koordinator tenaga Pendamping di Kecamatan Bengo juga membeberkan bahwa mereka para agen sebenarnya dibentuk oleh pihak Bank Mandiri untuk melakukan Penyaluran Bantuan Sosial Non Tunai PKH di Desa-Desa secara langsung kepada penerima KPM, tetapi dengan catatan akan dilakukan pemotongan. (maka gaji para agen yang tidak diketahui berasal dari mana, apakah berasal dari hasil pemotongan dana milik para KPM ?).
“Siapa yang mau menjadi agen dengan tidak dibayar, kami juga mencari agen yang mau dibayar dibawah harga lima ribu rupiah jika ada,” paparnya.
Dari melihat faktanya, potongan yang dilakukan di lapangan sudah diatas dari standar yang disebutkan hanya berkisar Rp.5000,00 rupiah, dengan berdalih “Dari pada PKM mengambil langsung di Kota Bone berapa biaya yang harus dikeluarkan ?,” maka pertanyaan kemudian yang muncul benarkah pembentukan para agen sudah sesuai dengan Petunjuk Juknis Program PKH ?.
“Kami sebagai pendamping berinisiatif, dari pada banyak biaya yang harus dikeluarkan (pada penyaluran dana non tunai langsung kepada PKM) maka dilakukan agen,” tandas Yusuf.
Mungkin apa yang dikatakan Yusuf bisa saja ada benarnya, namun, jika merujuk dalam petunjuk Juknis Penyaluran Bantuan Sosial Non Tunai Program Keluarga Harapan (PKH), dapat dilihat pada Bab III Informasi Dan Layanan Pengaduan Program Keluarga Harapan, Point (1) Penarikan Bantuan Program Keluarga Harapan, huruf (b). Biaya Penarikan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan KPM tidak dikenakan biaya untuk 2 (dua) kali transaksi pada setiap tahap penyaluran PKH di Agen Bank penerbit KKS.
Dimana dari pengalaman peristiwa yang terjadi pada tahun 2019 lalu dimana seorang pendamping PKH di Kota Makassar bernama Syahruddin telah terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh Satgas Bansos Polrestabes Makassar di Jalan Sultan Abdullah, Selasa (5/3/2019) petang.
Syahruddin saat itu langsung ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Mapolrestabes Makassar, dikutip dari kompas.com.
Kepolrestabes Makassar Kombes Polisi Wahyu Dwi Ariwibowo mengatakan, potongan dana PKH masyarakat oleh tersangka dipergunakan untuk kepentingan pribadi. Diduga, aksi tersangka sudah berlangsung cukup lama atau selama program PKH dari pemerintah berjalan.
“Mengingat program tersebut menggunakan uang negara, tersangka akan dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi. Belum bisa kita hitung dana yang dipotong keseluruhan karena berkelanjutan, tapi setiap bulan dipotong sekitar Rp 12.000 dan yang triwulan sekitar Rp 50.000,” ujarnya.
Dinas Sosial (Dinsos) Makassar belakangan ketika itu terus mengusut adanya indikasi penyalahgunaan bantuan PKH oleh oknum pendamping. Bahkan sebanyak 12 pendamping telah dilaporkan ke Polrestabes Makassar saat peristiwa terjadi.
Saat itu, dana bantuan PKH yang diterima masyarakat diduga dipotong oleh oknum pendamping dan ada yang berdalih pemotongannya untuk sumbangan korban bencana di Palu. (Zul/Yusri).