Makassar, batarapos.com, – Salah satu pedagang yang berhasil disambangi batarapos.com, seperti M. Ridjal Adelansyah. Terkait rumor dugaan fenomena hukum bak Playing Viktim dibalik konflik pengelolaan yang terjadi di Pusat Grosir Pasar Butung Makassar selama ini.
Sebagai salah satu pedagang di Pusat Grosir Pasar Butung Makassar mengatakan bahwa, pada umumnya pemilikan unit kios/lods sering kali terutama dirinya, menggunakan instrument hak yang ada dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun. Peraturan tersebut secara fundamental mengatur jenis maupun konsep hak didalamnya. SHM Sarusun diperoleh dengan cara jual-beli sedangkan SKBG Sarusun diperoleh dengan cara sewa. Untuk lebih jelasnya silahkan lihat dan baca Pasal 47 dan Pasal 48 Undang-Undang No. 20 Tahun 2011.
Paparan M.Ridjal Adelansyah menggambarkan lebih luas agar dapat lebih difahami dari penuturannya, seperti dimana sebelum mengulas kehendak dan inisiatif PD. Pasar Raya, mengambil alih pengoperasian pasar, sangatlah penting untuk memahami bagaimanakah status tanah, tempat dimana bangunan rumah susun tersebut dibangun. Sebab Ini bukan lagi masalah barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan, melainkan, apakah barang yang sudah dijual dapat diambil alih.
Diakuinya, Pemerintah Daerah Kota Makassar sebagai pemegang HPL mempunyai wewenang untuk mengolah, mengatur dan menetapkan hubungan – hubungan hukum berkaitan dengan bidang tanah yang dimaksudkan. Secara filosofis, hubungan negara dengan bidang tanah tidak bertumpuh pada hubungan hukum yang bersifat keperdataan, melainkan hubungan hukum yang bersifat publik maka pemegang HPL mempunyai sebahagian wewenang yang berkaitan dengan pelaksanaan Hak Menguasai Negara.
HPL bukanlah hak atas tanah sebagaimana yang ada dalam kitab Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), melainkan suatu instrument hak yang melegitimasi setiap kepala maupun struktur pemerintahan daerah provinsi/kota untuk melakukan hubungan – hubungan hukum yang bersifat publik, sekalipun hal itu dibuat oleh badan pemerintahan seperti perusahan daerah, atau badan hukum yang ditunjuk pada saat hendak mengadakan kerja sama dengan pelaku pembangunan (developer).
Dijelaskan lagi, mengapa perjanjian yang dibuat oleh Perusahan Daerah bersama pihak swasta harus dilihat sebagai bentuk hubungan hukum publik, hal ini dapat kita perhatikan bahwa setiap klausul dalam nota kesepahaman yang dibuat mengandung unsur kebijakan publik.
Kaidah inilah yang melahirkan teori beleidesovereenkomst artinya kebijakan yang diperjanjikan, beber M. Ridjal Adelansyah. Setiap pemilik unit kios/lods pedagang Pasar Butung Makassar ditandai dengan Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHMSRS) Bukan Hunian. Instrument hak ini sering kali dimaknai dengan pemilikan yang bersifat strata title. Kekeliruan itu bersumber dari pemahaman yang minim bagaimana status dan kedudukan SHM Sarusun yang lahir diatas Sertifikat HGB, padahal kedua jenis hak tersebut menganut asas hukum yang berbeda. Dilain sisi, kedudukan tanah bersama tidak diakomodir dalam wilayah administrasi pertanahan.
Bahkan penilaian yang secara terang tersebut diungkapkan, sebab apabila kita mencermati bagaimana amanat Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, menyangkut status dan kedudukan tanah bersama, itu sudah ada dan melekat pada saat pemecahan Sertifikat Hak Guna Bangunan dilakukan dan diterbitkannya SHM Sarusun.
Pengoperasian bangunan gedung yang ditandai dengan pemberian SHM Sarusun baik hunian atau bukan hunian diatas tanah hak pengelolaan secara mutatis mutandis beralih dan menjadi milik para penghuni satuan rumah susun. Itulah sebabnya mengapa dalam Undang-Undang Rumah Susun, mewajibkan bagi setiap pemilik sarusun “kios/lods” untuk membentuk PPPSRS.
Bahkan M. Ridjal Adelansyah memastikan pembentukan PPPSRS adalah bertujuan untuk mengakomodir pemilikan bersama, Benda Bersama, dan Tanah Bersama.
“Konsep pemilikan ini mengingatkan saya beberapa referensi yang saya miliki soal NASACOM, dalam artian bagaimana konsep demokrasi terpimpin itu lakukan”, ungkapnya. Senin, 8/5/2023. Kepada batarapos.com diwarkop 47 Jalan Urip Sumiharjo, Makassar.
Selanjutnya, One Man – One Vote merupakan istilah bagaimana mekanisme pemilihan dan hak suara bagi setiap pemilik unit sarusun untuk memilih dan menunjuk pihak yang dirasa ideal dan mampu mengakomodir kepentingan bersama.
Hal ini perlu diketahui oleh pemilik kios/lods khususnya para pemegang SHM Sarusun,
Bukan tanpa alasan dan pertimbangan yang matang, mengapa pihak developer tidak atau belum bersedia memfasilitasi pembentukan PPPSRS sebelum memasuki 1 (satu) tahun masa transisi dan melimpahkan hak pengelolaannya setelah PPPSRS terbentuk.
Jika dilihat rata-rata kemampuan calon pemilik kios/lods, untuk melakukan pelunasan credit paling lama adalah 5 (lima) tahun. Jika “penyerahan pertama kali” sebagaimana yang dimuat dalam Pasal 59 ayat (3) Undang-Undang Rumah Susun, dianggap sudah ada sejak akad kredit itu dilakukan maka tidak butuh waktu yang lama bagi pihak developer untuk membentuk suatu Perhimpunan Penghuni Pemilik Satuan Rumah Susun (PPPSRS).
Sehingga akan menjadi pertanyaan besar, mengapa Pasar Butung, termasuk Pasar Sentral Makassar Mall belum mempunyai suatu perhimpunan, padahal jika dilihat berdasarkan tanggal beroperasinya pasar tersebut, sudah beroperasi selama belasan tahun. Tentu menjadikan pertanyaan diatas telah memiliki alasan yang sangat mendasar mengapa PPPSRS tidak pernah disosialisasikan kepada semua pedagang khususnya pemegang SHM Sarusun.
Jika menyimak kata M. Ridjal Adelansyah lagi, pembentukan Asosiasi dilakukan dengan cara penunjukan langsung, tentu berbeda dengan PPPSRS yang harus melalui mekanisme pemilihan, dimana setiap penghuni hanya memiliki satu suara sekalipun mempunyai 5 (lima) unit kios/lods. Inilah alasan mengapa pihak developer jauh lebih memilih untuk memfasilitasi pedagang membentuk sebuah Asosiasi.
Padahal, SHM Sarusun tidak serta merta dianggap hapus ketika bangunannya rubuh, atau dirubuhkan oleh karena adanya perubahan konstruksi dan/atau peningkatan kuwalitas, umumnya kondisi tersebut dilakukan setelah kebakaran.
Untuk membenarkan bahwa SHM Sarusun dapat dianggap tidak lagi berlaku, dengan alasan bangunannya sudah tidak ada, maka tugas utama sebagai seorang mafia adalah menghapus ketentuan Pasal 47 ayat (3) dan Pasal 68 ayat (3) Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah susun.
Adanya konflik pengelolaan, membuat pengoperasian bangunan pasar menjadi semberaut dan kurang terawat, hal ini sangat berpotensi menimbulkan percikan api yang sumbernya bukan dari alam, tetapi harus dapat diterima sebagai keadaan yang mamaksa “force majeor”, ini sangat sulit untuk dideskripsikan, oleh karena akal pun dapat menimbulkan arus pendek yang membuat cara berfikir kita mulai koslet.
Wacana PD pasar Raya Kota Makassar, untuk mengelola Pusat Grosir Butung Makassar ibarat penyakit yang disebut dengan Playing Viktim. Beberapa fakta hukum bahkan menarik untuk ditelisik adalah :
Pertama, wacana untuk mengambil alih pengelolaan Pasar Butung Makassar, bagi saya perlu dipertanyakan, apakah proses pengambil alihan yang dimaksudkan adalah secara administrasi atau secara fisik.
Kedua, apakah PD. Pasar paham seperti apa jenis hak dan karakteristik Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun.
Jika persoalan ini hanya dilihat berdasarkan konflik pengelolaan bahkan sejak penetapan tersangka Andry Yusuf pada tanggal 10 Agustus 2022 hingga adanya keputusan pengadilan yang inkrah, maka aktifitas segerombolan massa yang datang tak diundang, pulang tak diantar seringkali mewarnai aktifitas perdagangan di pasar butung. Efeknya akan berimbas terhadap pedagang.
Aksi massa baik yang datang mewakili kepentingan H. Iwang maupun yang datang mewakili kepentingan Andry yusuf sepertinya membuat pedagang menjadi bingung, kepada pihak mana mereka harus berpihak.
Yang sangat mengherankan, juru parkir termasuk petugas loket “pembayaran karcis parkir” nampak mengenakan seragam KSU Bina Duta, apakah keberadaan mereka hanya sebagai suatu simbol. atau mereka “KSU Bina Duta” telah mendapatkan persetujuan khusus, yang dapat mengenyampingkan statu quo. Ini tidak bisa dibiarkan, terang dan jelas M. Ridjal Adelansyah.
Tim batarapos.com/zul