9 Februari 2025, 5:03 pm

Mengenal Lebih Dekat H. Baharuddin Sang Petani Lada Teladan dari Loeha Raya

Liputan : Tim batarapos.com

Luwu Timur, batarapos.com Tanaman lada termasuk rempah-rempah yang dicari oleh negara colonial seperti Belanda dan Portugis di Indonesia tanamanan ini mulai popular sejak abad ke 16.  Daerah penghasil lada yang terkenal di Indonesia adalah Bangka dan Lampung di Pulau Sumatera. Belakangan muncul Sulawesi Selatan sebagai daerah penghasil lada yang kualitasnya tidak kalah dengan lada Sumatera.Selain Sulawesi Selatan, lada juga dihasilkan di Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah.Sebut saja Kecamatan Routa di Sulawesi Tenggara, bagi pebisnis lada pasti daerah tersebut sudah tidak asing lagi.

Untuk Provinsi Sulawesi Selatan, daerah penghasil lada terbesar berada di Kabupaten Luwu Timur, tepatnya di Kecamatan Towuti.  Beberapa desa penghasil lada di Kecamatan Towuti antara lain adalah desa Loeha, Ranteangin, Bantilang, Tokalimbo, Masiku dan Mahalona Raya.

Kami masih ingat sekitar akhir tahun 2016 ada seorang petani dari desa Loeha pernah dinobatkan sebagai Petani Terbaik versi International Pepper Community (IPC).  Petani tersebut Bernama Baharuddin.Dia dinobatkan sebagai The Best Farmer 2016 dalam ajang IPC Award yang diselenggarakan di Srilangka.Pak Baharuddin dinobatkan sebagai petani lada terbaik karena mampu meningkatkan produktivitas tanaman lada yang semula menghasilkan 1,5 – 2 ton perhektar setahun menjadi 8 – 10 ton perhektar setahun.  Dalam tulisan ini kami akan membongkar rahasia sukses yang diraih oleh pak Baharuddin alias pak Rahman.

Kebetulan kami sudah lama tidak mengunjungi daerah yang terletak di seberang Danau Towuti.Selain jaraknya jauh dari Malili, dulu jalan menuju ke wilayah tersebut masih sangat jelek, apalagi dimusim penghujan, kendaraan biasa akan sulit menembus medang yang licin dan berlubang. Meskipun ada cara lain menuju ke desa Loeha yang lebih praktis yaitu naik kapal ferry.Meskipun perjalanannya kelihatan praktis tetapi kurang flexible karena pulang dan pergi akan tergantung dengan jadwal penyeberangan kapal ferry dan cuaca.

Singkat cerita kami memilih jalan darat supaya bisa mengksplore pemandangan kebun lada yang terbentang di sisi kira dan kanan jalan.Untuk menghadapi situasi dan medan jalan yang tidak bisa diduga, kami memilih menggunakan kendaraan roda empat dengan system penggerak empat roda atau 4WD.

Setelah mempersiapkan segala keperluan, termasuk logistic, kami mulai berangkat dari Malili sekitar jam 8 pagi.Dalam perjalanan kami sempat berhenti di kawasan Mahalona Raya, sekedar menghisap sebatang rokok sambil berfoto-foto di Tugu Kota Terpadu Mandiri  di Mahalona.Kami sempat berbincang dengan penduduk yang ada di sekitar tugu tersebut.Dari perbincangan tersebut kami mendapatkan informasi bahwa beberapa waktu lalu ada wacana pemekaran wilayah kecamatan Towuti.  Kecamatan baru tersebut Bernama Kecamatan Loeha.Ketika sedang dilakukan pembahasan mengenai letak pusat pemerintahan kecamatan Loeha, terjadi deadlock.  Masyarakat pesisir dari Loeha Raya menghendaki pusat pemerintahan ada di Loeha Raya, sementara Masyarakat Mahalona Raya menghendaki di Mahalona.Karena perebutan Pusat Pemerintahan Kecamatan Loeha yang hingga saat ini belum ada titik temu sehingga rencana pemekaran kecamatan Loeha masih tertunda.

Mulai dari desa Mahalona, kami sudah bisa menikmati pemandangan sawah dan kebun lada di sepanjang kiri dan kanan jalan.Dari Mahalona kami masih harus menyusuri hutan lindung sebelum memasuki desa pertama yaitu Ranteangin.

Disepanjang jalan yang kami lalui banyak poster yang bertuliskan tentang larangan merambah hutan lindung bagi Masyarakat yang tinggal disekitar.  Kami sempat turun dan bertanya kepada Masyarakat yang sedang berkebun di pinggir jalan, mengapa banyak poster yang berisi larangan memasuki Kawasan hutan lindung? Jawaban yang kami dapat, hutan lindung tersebut masuk dalam konsesi PT Vale  dan banyak Masyarakat yang bertanam lada di dalam hutan tersebut.Akhirnya kami paham bahwa banyaknya poster larangan memasuki Kawasan hutang lindung ditujukan kepada Masyarakat yang akan membuka kebun lada di dalam Kawasan tersebut.   Selain poster-poster kami juga menjumpai 2 Pos Jaga Wana yang kosong.

Pukul 12 siang kami memasuki desa Ranteangin, kemudian kami mencari masjid untuk sholat dzuhur.  Kami singgah di masjid di desa Bantilang, setelah sholat dzuhur kami sempat berkeliling desa hingga ke Pelabuhan kapal ferry di desa Tokalimbo. Kami sempat bertanya kepada beberapa orang di Pelabuhan tentang keberadaan pak Baharuddin. Dari beberapa orang yang kami tanya, mereka tidak familiar dengan nama Baharuddin, tapi setelah saya sebut petani terbaik tahun 2016 mereka sebut satu nama yaitu pak Rahman. “Kalau pak Rahman rumahnya di desa Loeha, dari sini lurus, setelah ketemu perempatan belok kiri, setelah ketemu pertigaan belok kiri lagi, nanti ada rumah bagus dengan halaman luas, itulah rumah pak Rahman”, begitulah penjelasan dari warga yang kami tanya.

Dari Pelabuhan kami sempat mampir ke Warung Bakso Beau milik pendatang dari Ambarawa, Jawa Tengah bernama Ponidi. Setelah membayar bakso yang kami makan, kami segera beranjak menuju kediaman pak Haji Rahman untuk wawancara.

Pria kelahiran 10 Desember 1956 ini bernama Baharuddin tapi dikampungnya lebih terkenal dengan nama pak H. Rahman.   Dia terlahir dari ibu asli Palopo dan sang ayah berdarah Toraja.

Generasi pertama dari keluarga pak Rahman yang tinggal di desa tersebut adalah kakek dan neneknya. Ayah pak Rahman masih berumur 4 tahun Ketika keluarga tersebut pindah ke Loeha. Kakek dan nenek pak Rahman datang dari daerah Toraja untuk mencari damar dan rotan di hutan.Menanam lada dimulai dari ayahnya pak Rahman, semula hanya ditanam dikebun dekat rumah dan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan bumbu masakan sehari-hari.

Pendidikan Sekolah Dasar Pak Rahman di selesaikan di Loeha, kemudian melanjutkan SMP ke Palopo tetapi tidak sampai tamat karena masalah keluarga.  Ayah dan ibu pak Rahman bercerai sehingga berpengaruh terhadap perekonomian keluarga, termasuk biaya sekolah. Peristiwa tersebut memberikan pukulan berat dalam kehidupan pak Rahman dan memaksa Rahman muda untuk pulang ke kampung halamannya di desa Loeha.Tidak banyak yang bisa dilakukan oleh Rahman muda yang masih minim pengalaman.Pekerjaan serabutan dilakukan oleh Rahman muda untuk sekedar menyambung hidup bersama sang ibu.

Kecintaannya terhadap sang ibu memaksa Rahman muda bekerja keras untuk membahagiakan sang ibu serta mempersiapkan masa depan yang lebih baik.  Meskipun pada awalnya kehancuran rumah tangga orang tuanya sempat menjadi pukulan yang berat tetapi lama-lama peristiwa tersebut menjadi titik balik kebangkitan dari kesedihan dan keterpurukan. Dengan memanfaatkan enegi positif pak Rahman mulai mencoba menanam lada di area pekarangan rumah.Selain menanam lada, pak Rahman juga bekerja mencari kayu, mencari rotan dan mendamar.Hasil kerjanya dijual sampai ke Timampu, Malili dan bahkansampai ke Makassar.Masih ada profesi lain yang digeluti oleh pak Rahman yaitu membuat perahu, menjual pupuk kandang dan  pasir.

Pada tahun 1987 Pak H. Rahman mulai serius menanam Lada.Berbagai cara dia lakukan sebagai proses pembelajaran.Ditengah keterbatasan informasi dan pengetahuan yang ada, pak Rahman melakukan berbagai uji coba.Salah satu inovasi yang dilakukan oleh pak Rahman membawanya sampai ke puncak prestasi dan dinobatkan sebagai Petani Terbaik (The Best Farmer)versi International Pepper Community (IPC) yang berbasis di Srilangka. Prestasi yang luar biasa bagi seorang petani dan kemungkinan hingga saat ini baru pak Rahman, petani lada dari Indonesia yang bisa meraih penghargaan tersebut.

Tiga kunci sukses yang dipegang teguh oleh pak Rahman yaitu : Niat, Iktiar dan Doa.  Sebelum melakukan sesuatu harus diawali dengan niat.Begitu juga dengan menanam lada, yang pertama; niatkan untuk membahagiakan keluarga, terutama orang tua, istri dan anak-anak.Kedua, Iktiar harus maksimal, jangan menyerah sebelum berhasil, jatuh bangun lagi, gagal coba lagi.Ketiga, Doa adalah Langkah terakhir setelah segala daya dan Upaya dilakukan.Doa adalah bentuk ketawadukan seorang hamba kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Pada kesempatan tersebut pak Rahman bersedia membuka rahasia keberhasilannya dalam melipatgandakan produksi lada di kebunnya. Keberhasilannya sebagai petani tidak terlepas dari tiga metode yang diterapkan selama ini.

Pertama, Pak Rahman melakukan teknis yang diberi nama Runtung.Runtung adalah kegiatan melepas pohon lada dari tiang tagar, kemudian diturunkan hingga ke tanah supaya membentuk akar baru.  Setelah itu Sebagian pohon lada diikatkan Kembali ke tiang tagar.Dengan metode ini jumlah pohon lada produktif yang terikat ke tiang tajar menjadi lebih banyak.Diharapkan akan menghasilkan buah lada yang berlipat ganda dibandingkan dengan tanaman biasa.

Kedua, Pak Rahman melakukan inovasi dengan mempertinggi tiang tajar. Tiang tajar yang umum dipakai oleh petani antara 2,5 – 3 meter.Pak Rahman membuat tiang tajar dengan ketinggian hingga 5 meter.Dengan ketinggian 5 meter berarti peluang produksi mejadi 2 kali lipat dibandingkan dengan yang menggunakan tiang tajar 2,5 meter.

Ketiga, Pak Rahman membuat jarak tanam yang lebih renggang.Kalau jarak tanam rata-rata yang dipakai oleh petani adalah 2 meter, pak Rahman memperlebar jarak tanam menjadi 2,5 meter.Pelebaran jarak tanam ini akan memberikan ruang masuknya sinar matahari lebih leluasa sehingga proses oksidasi menjadi lebih maksimal.Selain itu, banyaknya sinar matahari juga bisa mengurangi kelembaban yang bisa memicu pertumbuhan jamur atau hama yang menempel pada daun dan ranting pohon lada.

Inovasi yang dilakukan oleh pak Rahman membuahkan hasil yang optimal. Menurut pengakuan pak Rahman, sebelum menggunakan metode tersebut hasil panen lada dalam satu hektar maksimal 2 ton setahun.Setelah menerapkan metode tersebut hasil panen bisa mencapai 8 – 10 ton perhektar setahun.Selain ketiga metode tersebut, penggunaan pupuk dan perawatan rutin juga penting dilakukan.

Awal Mula Ketertarikan Menanam Lada Secara Masif

Bermula pada tahun 1998, salah satu sepupu pak Rahman yang membawa lada Sekando (+/- 60 KG) ke Makassar. Ternyata harga lada di Makassar pada saat itu 100 ribu perkilo, dari hasil penjualan lada tersebut dibelikan motor baru seharga 3 juta.  Kabar ini kemudian menyebar ke seluruh Masyarakat di Loeha Raya dan sebagai salah satu pemicu berbondong-bondongnya Masyarakat ikut menanam lada.

Menanam lada bukan hal mudah dilakukan oleh setiap orang karena dibutuhkan tenaga dan modal yang cukup besar.Bagaimana tidak, untuk menanam 1 pohon lada sampai berbuah dibutuhkan biaya antara 150 – 300 ribu, dengan catatan tidak termasuk biaya pembelian lahan.Biaya tersebut mencakup pembelian tiang tajar, ongkos tenaga kerja, pupuk, obat-obatan serta biaya perwatan rutin.

Untuk menanam lada 1 hektar dibutuhkan biaya antara 240 juta s.d. 480 juta.Bagi petani yang kurang mampu, penanaman lada bisa dilakukan secara bertahap sesuai dengan kondisi keuangan.

Dampak Positif Dari Pertanian Lada

Sebelum ada penghasilan dari kebun lada, mayoritas masyarakat di desa Loeha Raya hanya mengandalkan penghasilan dari tanaman padi di sawah dan juga hasil hutan seperti Damar dan Rotan.Penghasilan yang diperoleh hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.Rumah sebagai tempat tinggal dibangun secara sederhana, air sebagai sumber kehidupan diperoleh dari Sungai yang mengalir di sekitar desa, Pendidikan anak belum menjadi prioritas utama.Kesehatan sebagai pilar penting dalam kehidupan juga belum mendapatkan perhatian secara serius.

Kini setelah kebun lada berhasil, kehidupan Masyarakat di Loeha Raya berubah secara drastis.Bangunan rumah yang dulu masih banyak yang semi permanen berubah menjadi bangunan permanen, bahkan tidak kalah dengan mereka yang tinggal di kota-kota besar.Pendidikan menjadi pilar nomor satu mendapatkan prioritas utama di setiap rumah tangga.Hampir setiap rumah tangga mampu menyekolahkan anaknya sampai ke Perguruan Tinggi.Air bersih tidak lagi mengandalkan dari aliran Sungai, semua sudah menggunakan sumur bor.Kesehatan juga mendapat perhatian yang cukup serius, apalagi pemerintah juga telah menyediakan Puskesmas di desa Bantilang.Sarana ibadah dibangun di mana-mana, ini membuktikan bahwa selain pembangunan secara phisik, bangunan spiritual juga dilakukan secara bersamaan.

Apa yang telah diraih oleh pak Rahman?

Pak Rahman memiliki kebun sekitar 17 hektar atau sekitar 27.200 pohon.

Menurut pengakuan pak Rahman, dalam 3 tahun terakhir ini kebun ladanya mampu menghasilkan ratusan ton setahun.

Pada tahun 2020, kebun pak Rahman mampu menghasilkan 170 ton setahun.Harga lada pada tahun 2020 adalah 73 ribu per kilo sehingga penghasilan kotor yang diperoleh oleh pak Rahman bisa mencapai 12 milyar Rupiah lebih.

Pada tahun 2021 menghasilkan 150 ton atau mengalami penurunan sebanyak 20 ton.  Penurunan tersebut disebabkan oleh serangan hama pada tanaman lada yang mengakibatkan pembusukan pada buah lada dan akhirnya rontok sebelum matang.  Banyak pohon yang mengalami kerusakan secara fatal.Harga lada pada tahun itu adalah 67 ribu sehingga pak Rahman masih memperoleh penghasilan kotor mencapai 10 milyar Rupiah lebih.

Pada tahun 2022 kebun pak Rahman menghasilkan 150 ton dan harga lada pada saat itu 65 ribu perkilo.Penghasilan kotor pak Rahman pada tahun 2022 mencapai 9,7 milyar Rupiah.

Pak Rahman selalu menyisihkan 40 ribu rupiah dari setiap kilo lada yang terjual sebagai biaya tetap yang dialokasikan untuk membayar gaji karyawan tetap sebanyak 70 orang, pembelian pupuk dan obat-obatan, ongkos buruh petik yang jumlahnya bisa mencapai ratusan orang pada saat panen, dan biaya operasional lainnya. Sebagai ilustrasi, Ketika tahun 2020, pak Rahman mengeluarkan biaya operasional sebesar 170.000 x Rp. 40.000 = 6,8 milyar Rupiah.Dengan mengeluarkan biaya sebesar itu pada tahun 2020 penghasilan bersih pak Rahman mencapai 5,2 milyar Rupiah setahun.

Dengan penghasilan sebesar itu ternyata tidak merubah gaya hidupnya yang tetap sederhana.Seperti kebanyakan petani yang tinggal di desa, dalam kesehariannya cukup mengenakan celana pendek dan kaos oblong. Kegiatan sehari-harinya dilalui dengan pulang pergi ke kebun untuk mengontrol kebun lada miliknya. Mobil hilux yang dikota-kota besar masih tergolong sebagai kendaraan mewah, ditangan pak Rahman tidak ubahnya seperti mobil pick up biasa. Fungsi mobil sekelas Hilux milik pak Rahman dan juga petani lada di Loeha digunakan untuk mengangkut pupuk kandang dan buah lada Ketika musim panen tiba.

Dari hasil kebun lada, pak Rahman telah mempersiapkan masa depan ketujuh anaknya dengan cara memberikan bekal ilmu yang cukup. Anak pertama sampai ke enam sudah lulus Sarjana, sedangkan anak ke tujuh  masih kuliah di Malang, Jawa Timur.

Pak Rahman juga sudah menyiapkan rumah untuk ketujuh anaknya.Selain rumah, pak Rahman juga telah membagi kebun lada miliknya untuk ketujuh orang anaknya.

Dibalik popularitas Desa Loeha sebagai penghasil lada di Sulawesi Selatan, saat ini Masyarakat petani di sana sedang menghadapi masalah legalitas kebun lada mereka, pasalnya mereka dianggap berkebun di hutan lindung sekaligus area konsesi milik PT Vale. Protespun dilakukan oleh petani karena mereka merasa telah tinggal dan berkebun lada disana berpuluh tahun yang lalu. Salah satu bentuk protes yang telah dilakukan oleh Masyarakat adalah dengan aksi demo menolak kehadiran PT Vale di wilayah mereka. Meskipun mereka juga menyadari bahwa ini bukan salah Vale tapi salahnya pemerintah yang menerbitkan Ijin Usaha Pertambangan. Mereka berharap agar PT Vale membatalkan rencana mereka untuk menambang nikel di perkebunan lada petani.

BERITA TERKAIT

TRENDING

JARINGAN SOSIAL

3,001FansSuka
263PengikutMengikuti
53PengikutMengikuti
3,190PelangganBerlangganan