28 Maret 2025, 1:10 pm

Miris, Lahan Bersertipikat dan Empat Rumah di Bone Dieksekusi, Korban Tinggal di Tenda Darurat

Liputan : Yusri

Bone, batarapos.com – Pengadilan Negeri (PN) Bone melakukan eksekusi lahan seluas 9.213 meter persegi di Dusun Seppange, Desa Tungke, kecamatan Bengo, kabupaten Bone, Rabu 05 Februari 2025.

Eksekusi lahan itu berdasarkan surat penetapan Ketua Pengadilan Negeri Watampone nomor: 16/Pdt.EKS/2024/PN.Wtp jo nomor: 49/Pdt.G/2018/PN.Wtp tanggal 11 juni 2024.

Ada empat rumah panggung yang dihuni empat keluarga yang turut dieksekusi diatas lahan tersebut, mirisnya, lahan yang dieksekusi merupakan lahan bersertipikat milik tergugat atas nama Sibu.

Tergugat menjelaskan bahwa awalnya lahan bersertipikat miliknya itu digugat oleh Muh. Sabir Bin Hannase di Pengadilan Negeri Watampone, gugatan itu dimenangkan oleh dirinya sebagai tergugat.

Sertipikat milik tergugat yang lahan dan rumahnya dieksekusi

Merasa dikalahkan, penggugat melakukan banding, perkara itu kabarnya dimenangkan oleh penggugat Muh. Sabir Bin Hannase melalui informasi kuasa hukum tergugat.

Kepada batarapos.com, Sibu Bin Juma menceritakan riwayat tanah yang dikelola sejak turun temurun, hingga menguasai surat tanah girik tahun 1984 dan beralih menjadi Surat Hak Milik (SHM) yang dikeluarkan pihak Badan Pertanahan Kabupaten Bone sebagai ahli waris.

Tanah tersebut sudah lama diklaim turunan pihak penggugat, Bahkan ditahun 1965 setelah pulang dari perantauanya di kota Ambon, almarhum Juma (Ayah Sibu) pernah  diganggu oleh Kaseng yang saat ini juga sudah meninggal dunia.

” Waktu kejadian itu Juma dan Kaseng dipertemukan sama pemerintah Desa, karena Kaseng mengklaim itu tanahnya, setelah dibukakan buku besar sama pak Desa waktu itu, ternyata tanah yang dia maksud tidak terdaftar lompok itu ,” jelas Sibu.

Sibu mengungkapkan bahawa Juma meninggal dunia begitupun Kaseng, namun niat menguasai lahan almarhum Juma terus menggebu pihak penggugat, Menantu Kaseng bernama Wa Japae kembali mengusik tanah tersebut.

” Saya lagi dituntut, pernah dipertemukan di kantor Desa dan kantor Camat , ” ungkapnya.

Tidak berselang lama, Sibu dilaporkan di Polres Bone, atas tudingan pemalsuan balik nama Surat Pajak Bumi dan Bangunan yang ditempati keempat rumah yang dieksekusi tersebut.

” Denni lagi (anak almarhum Wa Japae) yang laporkan saya di Polres Bone, Tiga kali saya datang di kantor polisi, dia tuduh saya merubah PBB orang tua saya, setelah perlihatkan surat-surat tanah saya di polisi, laporanya dihentikan dan polisi suruh saya garap kembali tanahku , “ bebernya.

Namun setelah Wa Japae meninggal dunia dan laporan cucunya di Polres Bone saat itu tidak cukup bukti, Sibu digugat perdata di Pengadilan Negeri Watampone oleh penggugat bernama Muh. Sabir Bin Hannase yang merupakan cucu almarhum Kaseng.

” Pernah dulu Wa Japae membeli rumah saudara orang tua saya disitu lokasi tanah, disitu awal mula sehingga dia mengklaim sudah membeli semua itu tanah,“ jelas Sibu.

Setelah gugatan Muh. Sabir Bin Hannase di Pengadilan Negeri Bone bergulir, Sibu menguasakan kepada kuasa hukum yang berdomisili di Kota Bone, dengan bayaran Rp. 20 juta dibayar secara bertahap.

” Selama perkara, seingat saya dua kali masuk pengadilan waktu pertama pemberkasan kalau tidak salah, kedua saat menghadirkan saksi ku karena disitu saksiku disumpah diatas alqur’an,” terangnya.

Saat gugatan pertama Muh. Sabir Bin Hannase, menggugat Sibu Bin Juma, tergugat menang di Pengadilan Negeri Bone, Kemudian Muh. Sabir Bin Hannase kembali menggugat pemilik rumah dilokasi bernama Sukma dkk.

” Gugatan pertama saya menang katanya pengacara, tapi dia gugat lagi disitu saya dikalah Waktu itu pengacara saya bilang katanya banding, kalau tidak diikuti katanya kalah, tapi pengacara saya suruh lagi siapkan uang lima belas juta rupiah, jadi saya bayar lagi kasian,” cetus Sibu dengan suara sedih.

Sibu menganggap masalahnya ini aman-aman saja, pasalnya selama perkara itu bergulir dia tiga kali menerima surat panggilan dari PN Bone namun undangan itu tidak dihadiri lantaran dilarang oleh kuasa hukumnya.

” Saya dilarang sama pengacaraku karena dia bilang, buat apa dibayar kalau tidak dipercaya. Ternyata ini keponakan saya (Sukman red) yang tinggal diatas tanahku dia lawan, sampai sekarang saya tidak pernah melihat isi putusan pengadilan karena pengacara yang pegang,” terangnya.

Sibu dan korban eksekusi lainnya berharap pengadilan atau pihak-pihak yang terkait dapat mengkaji ulang proses perkara ini hingga berakhir eksekusi, dimana Sibu sebagai pemilik lahan yang sah berdasarkan sertipikat hak milik sangat tidak menyangka akan dieksekusi.

Saat ini dia dan tiga kepala keluarga lainnya terpaksa harus membuat tenda darurat untuk dihuni lantaran rumah mereka sudah dikesekusi hingga rata dengan tanah.

BERITA TERKAIT

TRENDING

JARINGAN SOSIAL

3,001FansSuka
263PengikutMengikuti
53PengikutMengikuti
3,190PelangganBerlangganan