
Luwu Timur, batarapos.com – Proses penambangan mengatasnamakan Tambang Rakyat berlangsung di dua titik di Desa Lumbewe Kecamatan Burau dan Kecamatan Kalaena kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Kedua tambang tersebut rata-rata memproduksi material sirtu di sungai untuk keperluan proyek di Luwu Timur, mereka berdalih mengola tambang atas dasar penambangan rakyat dan sudah tergabung dalam keanggotaan Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI).
“ Kami kebetulan tergabung dalam Asosiasi APRI, jadi kalau sudah di APRI itu sudah bisa itu menambang, jadi se Indonesia itu, Cuma saya ini sekarang masih ada saya tunggu baliho dari ketua DPC untuk dipasang di sungai, coba kita hubungi ketua DPC,” Kata Nahris selaku ketua RMC Anugrah Jaya Lumbewe sembari memperlihatkan KTA dan Sertifikat APRI.
Muttafik Siddik yang akrab disapa Utta selaku ketua DPC APRI Luwu Timur mengatakan bahwa DPP APRI telah melakukan persuratan ke Pemerintah Daerah dan DPRD Luwu Timur soal Wilayah Penambangan Rakyat (WPR).
“ Melalui DPP APRI, sudah melakukan persuratan ke Pemda Luwu timur dan DPRD Luwu Timur, agar pihak Pemda membuka Wliayah Penambangan Rakyat (WPR) dan APRI sudah melaporkan ke Pihak Pemda program APRI yaitu Resposible Mining commnity (RMC) tambang Rakyat dan Lutim ada 2 titik Kecamatan Burau dan Kecamatan Kalaena,” Ujar ketua DPC APRI Luwu Timur.
Dia juga mengatakan bahwa pihaknya tetap mengarahkan pengelolah RMC untuk tetap berkontribusi (Pajak) ke Daerah dan DPW Apri Sul sel sudah menyampaikan ke pihak DPKD Luwu Timur untuk dibuatkan dan diaktifkan kembali pungutan Retribusi TGC yang Legal, dia berharap agar kedua pengeloa tambang tersebut melaksanakan arahan yang dimaksud.
Saat ditanya soal legal atau tidaknya tambang yang digarap hanya bermodalkan KTA dan sertifikat APRI, tanpa izin dari pihak berwenang seperti ESDM Provinsi Sulawesi Selatan, Utta Siddik mengarahkan wartawan untuk mengkonfirmasi DPW APRI Sulawesi Selatan.
“ Untuk lebih jelasnya bisa kita komunikasi ke Ketua DPW APRI SUL SEL, beliau yang datang sosialisasi saat program RMC ini,” singkatnya sembari mengirim kontak ketua DPW.
Sementara Ketua DPW APRI Sul-sel Purwanto saat dikonfirmasi mengungkapkan bahwa RMC dibawah naungan APRI sudah bisa melakukan penambangan sembari mengajukan permohonan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) ke Pemda Luwu Timur.
Dia menjelaskan bahwa soal Izin Usaha Produksi (IUP) hanya untuk penambangan secara individu, sementara untuk pertambangan rakyat tidak diwajibkan IUP, hanya Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dari Pemda, namun ia tidak menampik bahwa RMC dibawah naungan APRI di Luwu Timur belum mengantongi IPR baru sebatas pengusulan.
“ Bisa melakukan penambangan sambil mengajukan WPR dan IPR ke Pemerintah, kalau soal IUP itu pak sudah final dan tidak bisa diganggu gugat, tapi IUP itu hanya untuk tambang perorangan, beda kalau pertambangan Rakyat yang dilakukan secara berkelompok cukup pemerintah tetapkan saja WPR untuk mengakomodir pertambangan rakyat ini,” Ungkap Purwanto.
Dijelaskannya bahwa, prioritas izin di Indonesia adalah WPR sesuai keputusan MK nomor 30 tahun 2017 bukan IUP, kebanyakan yang nampak kata dia adalah IUP sementara WPR tidak ada, sehingga dirinya berupaya melalui APRI agar WPR ini kembali menajdi prioritas.
“ Jadi ini yang sangat miris pak, karena sesuai keputusan MK memang sudah jelas disitu pak bahwa prioritas izin di Indonesia itu adalah WPR lah yang diberi ruang paling tinggi di Indonesia sebagai izin yang menjadi skala prioritas, baru masuk dalam tahapa WPN kemudian masuk ke IUPK turun ke IUP, yang jadi ironis sekarang kita di Sulawesi Selatan yang kebanyakan yang muncul hanya IUP nah ini WPR mana ini WPR, nah bagaimana supaya munculkan ini WPR marilah kita bantu ini masyarakat jangan hanya semua kegiatan didominasi oleh IUP, kita disini upayakan supaya ada pembinaan,” Jelasnya.
Purwanto dalam keterangannya mengatakan bahwa kontribusi yang dikeluarkan oleh kelompok penambang dibawah naungan APRI, yang awalnya menyebut kontribusi itu diberikan ke Pemda namun pada akhirnya menyebut kontribusi itu diberikan ke LKMD Desa setempat.
“Jadi mereka yang berkegiatan ini mengeluarkan kontribusi pajak, iya sudah ada kontribusinya itu ke Pemda dan ke Desa karena semua yang berkegiatan di Desa itu harus masuk ke LKMD Desa, jadi di Luwu Timur itu system pajaknya di Pemda itu hitung kubikasi, jadi pajaknya itu sudah dikeluarkan ke Desa masing-masing, iya sudah dikeluarkan itu kontribusinya,” Ungkap Purwanto.
Diakhir keterangannya, saat Purwanto ditanya soal tanggapan ESDM, ia tiba-tiba Membantah bahwa APRI tidak pernah mengeluarkan legalitas apapun.
“ Jadi saya tegaskan bahwa APRI itu tidak pernah mengeluarkan legalitas itu tidak benar, jadi saya coba klarifikasi APRI tidak berwenang mengeluarkan izin adalah pemerintah, Cuma yang perlu dipahami bahwa asosiasi inilah yang menjadi perpanjangan tangan pemerintah untuk memabntu pemerintah menyelesaikan persoalan-persoalan itu, jadi tidak benar itu APRI keluarkan legalitas,” Dalihnya.
Terpisah, Ridwan selaku Kepala Bidang ESDM Provinsi Sulawesi Selatan menilai kegiatan yang dilakukan oleh RMC dibawah naungan APRI sangat keliru, dimana RMC ini sudah melakukan produksi pertambangan tanpa IUP maupun IPR.
“ Jadi kalau saya itu sangat keliru karena sangat jelas Undang-Undang yang bisa melakukan penambangan pemegang IUP, harusnya kan dilaporkan secara resmi dulu itu, tapi sampai sekarang tidak ada laporan resmi hanya beredar-beredar saja di group-group, bagaimana caranya mau menambang sementara WPR saja belum ada apalagi IPR,” Kata Kabid ESDM Provinsi Sulawesi Selatan.
Mendapat kabar tersebut, Kapolres Luwu Timur AKBP. Silvester MM Simamora akan menindak lanjuti kegiatan penambangan yang mengatasnamakan pertambangan rakyat dibawah naungan APRI Luwu Timur tanpa izin.
“ Segera saya tindak lanjuti ini,” Tegas Kapolres Luwu Timur setelah menerima semua dokumentasi kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh RMC dan KTA serta Sertifikat keanggotaan APRI Luwu Timur.
Tim batarapos.com